Senin, 05 September 2016

Bab II: UPAYA PENINGKATAN KEDISIPLINAN PRIBADI SISWA DALAM MENGIKUTI TAMBAHAN PELAJARAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KONSELING BAGI SISWA KELAS IX/ E SMP NEGERI 7 SUKOHARJO TAHUN PEMBELAJARAN 2012/2013



UPAYA PENINGKATAN KEDISIPLINAN PRIBADI SISWA DALAM MENGIKUTI TAMBAHAN PELAJARAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KONSELING BAGI SISWA KELAS IX/ E SMP NEGERI 7 SUKOHARJO TAHUN PEMBELAJARAN 2012/2013
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A.    Kajian Teori
1.  Kepribadian Anak
Semasa kecil anak-anak membentuk kepribadiannya melalui masukan dari lingkungan primernya (keluarga). Sampai usia 5-8 tahun ia masih menerima masukan-masukan (tahap formative). Menjelang remaja (usia ABG) ia mulai memberontak dan mencari jati dirinya dan akan makin menajam ketika ia remaja (makin sulit diatur) sehingga masa ini sering dinamakan masa pancaroba. Masa pancaroba ini pada hakikatnya merupakan tahap akhir sebelum anak memasuki usia dewasa yang matang dan bertanggung jawab, karena ia sudah mengetahui tolok ukur yang harus diikuti dan mampu menetapkan sendiri mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk dan mana yang indah dan jelek. Tetapi masa pancaroba dalam diri individu itu akan lebih sulit mencapai kemantapan dan kematangan jika kondisi di dunia luar juga pancaroba terus, seperti halnya di era Posmo ini. Dampaknya adalah timbulnya generasi remaja dan dewasa muda yang terus berpancaroba sampai dewasa. Generasi inilah yang saya temui di ruang praktek dengan kebingungan memilih jurusan yang mana, bimbang karena pacarnya tidak disetujui orangtua, kehabisan akal karena hamil di luar nikah atau karena tidak bisa keluar dari kebiasaan menyalahgunakan Narkoba.
2.  Kedisiplinan
Kedisiplinan erat kaitannya dengan kepatuhan seseorang terhadap tata tertib dan norma-norma yang berlaku di lingkungannya. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2002: 254) disiplin adalah latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatan selalu mentaati tata tertib atau ketaatan pada aturan dan tata tertib. Jadi berdisiplin berarti mentaati tata tertib.
 3. Peranan Bimbingan dan Konseling
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencari kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan pengajaran, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya. (Mortensen & Schemuller, 1969).
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya di setiap sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro (1982), sebagai berikut :
a)     Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, dimana anak dalam waktu sekian jam (+ 6 jam) hidupnya berada di sekolah.
b)     Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
Prof. Dr. Soetjipto (1994:101) dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, konselor sekolah sangat berperan. Adapun peranan dan tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah :
a)     Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah.
b)     Memberikan garis-garis kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan konseling.
c)     Bertanggung jawab terhadap jalannya program.
d)     Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari.
e)     Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah.
f)      Membantu untuk memahami dan mengadakan penyesuaian kepada diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama makin berkembang.
g)     Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasi lainnya yang diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan kumulatif siswa.
h)     Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rencana tindakan positif terhadap siswa.
i)      Menyelenggarakan pertemuan staf.
  Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling secara individual.
B.    Penelitian Yang Relevan
Telah dilakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan siswa pada mata pelajaran Matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan SETS (Science, Environment, Technology, and Society) disertai sanksi pada siswa kelas IX / E SMP Negeri 7 Sukoharjo, mengingat kedisiplinan belajar siswa belum nampak secara signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kedisiplinan siswa selama tindakan kelas dari siklus satu sampai siklus tiga yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Setelah dilakukan analisis data menggunakan pendekatan triagulai data yang meliputi reduksi data, pemaparan data dan verifikasi pengambilan simpulan maka diperoleh simpulan bahwa pembelajaran dengan pendekatan yang disertai sanksi dapat meningkatkan kedisiplinan siswa kelas IX / E SMP Negeri 7 Sukoharjo tahun ajaran 2012-2013. Melalui pembelajaran ini siswa memiliki kesadaran akan pentingnya kedisiplinan dalam belajar dan memahami sains dalam kaitannya terhadap lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

C.    Kerangka Berpikir
Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan  kajian baik pengalaman peneliti pelaku PTK sendiri yang relevan maupun pelaku-pelaku PTK lain disamping terhadap teori-teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logis dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Proses penelitian tindakan kelas ini bila dibuat alur bagan menjadi

 






Gambar 1 alur penelitian

D.    Hipotesis Tindakan
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang berarti bahwa penelitian dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat guru mengajar dengan penjajakan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran. Hipotesis merupakan kesimpulan awal yang sifatnya masih prematur dan belum dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan. Kesimpulan ini dianggap sebagai dugaan-dugaan terhadap pelaksanaan metode pembelajaran yang sesungguhnya. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan teori dan praktek.
Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas ini, penulis terlebih dahulu memberikan dugaan-dugaan mengenai hasil penelitian yang akan diperoleh, antara lain adalah :
1.      Diduga bahwa tingkat kedisiplinan siswa disebabkan karena tidak  semua guru mau merperhatikan  tingkah laku siswa setiap hari..
2.      Diduga bahwa siswa setiap pergantian jam pelajaran keluar karena guru yang mengajar jam berikutnya tidak cepat-cepat masuk kelas.
3.      Diduga bahwa siswa tidak segera masuk kelas setelah waktu istirahat berakhir adalah karena siswa tidak pernah terkena sangsi setelah melakukan pelanggaran tersebut.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar