UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI
LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 2 POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
A. Tinjauan
tentang mengurangi perilaku membolos
1. Pengertian
Mengurangi adalah upaya/usaha untuk
mengurangi kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Sedangkan perilaku adalah
tingkah laku manusia yang dilakukan setiap saat. Membolos dapat diartikan
sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat,
atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu
yang jelas.
Membolos merupakan saalah satu bentuk dari
kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya
dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap
siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Penanganan tidak
saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malh
terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam
keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak
keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan maslah siswa tersebut.
2. Faktor-Faktor
Penyebab Siswa Membolos
Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Beberapa faktor-faktoor penyebab siswa membolos dapat
dikelompokan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa
karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat
mangkal dari rutinitas-rutinitas yang membosankan di rumah. Sementara itu,
faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya
kebijakan sekolah yang tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak
professional, fasilitas penunjang sekolah missal laboratorium dan perpustakaan
yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga
mempengaruhi proses belajar di sekolah. Selain faktor internal dan faktor
eksternal yang telah dikemukakan di atas, faktor pendukung munculnya perilaku
membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokan sebagi berikut.
a. Faktor
Keluarga
Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin
sering) ada siswa yang tidak
diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu
mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau
permasalahan dalam keluarganya. Misalnyaa kakaknya sakit, sementaraa kedua
orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya
tersbut maka adinya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut
bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang
anak tersebut tidak membuat izin kepada pihak sekolah, sehingga pihak sekolah
tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara
daampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangaan waktu belajarnya. Jika
hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli
lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau
tidak.
Orang tua yang tidak peduli tehadap
pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap sekolahan juga memberi pengaruh
yang besar pada anaak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak
penting dan hanya membuang-buang waktu sja, atau juga jika mereka menanamkan
perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang
semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa
pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang yang kurang
pendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah
mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang.
Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar
dari kemampuan anak tersebut. orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan
jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
Membeda-bedakan anak. Ada orang tua yang
beranggapan bahwa pendidikan bagi anak aki-laki lebih penting daripada anak
perempuan. Anak laki-lakinya yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga,
sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi maslh
dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini,
anak perempuan disorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku.
Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak
sedikit pula anak-anak yang merasa kuarng percaya diri jika uang saku mereka
sedikit disbanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut
ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah. Di zaman modern seperti sekarang
ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak
sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib,
dan segala kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang
tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka
siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang
tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b. Kurangnya
Kepercayaan Diri
Sering rasa kurang percaya diri menjadi
penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya
rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun bagitu banyak ide
dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak
mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut
akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang
dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemooh
sebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu
muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia
mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia
cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan
masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk
sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri
dari msalah malah akan menambah masalah tersebut.
c. Perasaan
yang Tersisihkan
Perasaan tersisihakan tentu tidak diinginkan
semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak
dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini
bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran
atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih
aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh
ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak
bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat
disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar golongan)
d. Faktor
Personal
Faktor personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau kehilangan
minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan
remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
e. Faktor
yang Berasal dari Sekolah
Tanpa disadari pihak sekolah bisa jadi
menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki
kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa
membolos karena faktor personal atau permaslahaan dalam keluarganya. Kemudian
maslah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan konsisten, kadang
menghukum kadang menghiraukannya. Ketidak konsistenan ini akan berakibat pada
kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba-coba
membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor
tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin
sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sanksi-sanksi yang
dipaparkan secara eksplisip, termasuk peraturan mengenai presentasi siswa
sehingga perilaku membolos siswa dapat diminimalkan. Selanjutnya, faktor lain
yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kkegiatan belajar mengajar yang
berlangung disekolahan. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan
individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan
pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap
kegiatan belajar disekolah, apakah siswa merasa tugas-tugas yang ada sangat
mudah sehingga kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat
frustasi. Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos
adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa-siswanya. Kondisi
ini meliputi proses belajar mengajar dikelas, proses administrative serta
informal di luar kelas. Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada
perilaku siswa, termasuk perilaku membolos jika guru tidak memperhatikan
siswanya dengan baik dan hanya berorientasi saja selesainya penyampaian materi
pelajaran dikelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena
siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat
dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik dating dan
merasakanmenfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang
menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana
perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti
itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada
permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan
tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan
remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya
mejadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan
faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberikan kontribusi besar dalam
perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari
perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak
mana yang layak melakukan intervensi. Sekolah merupakan tempat terjadinya
proses belajar mengajar. Disana tempat siswa-siswa belajar ilmu pengetahuan.
Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak.
Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang
dijalannya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak
melakukan aktifitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhdap
motifasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan memudahkan siswa dalam pemahamannya. Sehingga
siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi, dapat
dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang bereksiko meningkatkan
munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai
pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa
dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah
yang kurang menantang bagi siswa.
B. Tinjauan
Tentang Layanan Konseling Kelompok
1. Pengertian
Konseling Kelompok
Shertzer dan Stone (1981), konseling kelompok
merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan
dengan sejumlah klien pada waktu yang sama. Artinya kegiatan konseling kelompok
ini berinteraksi satu dengan yang lainnya, para anggota membentuk hungan yang
bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman dan
kesadaran terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Gazda (1984) mengemukakan
pengertian konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis
dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan
fungsi fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap
kenyataan, ketaris, saling mempercayai, memelihara dan mendukung. Klien dapat
berinteraksi dengan kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan
nilai-nilai dan tujuan serta untuk belajar sikap dan perilaku tertentu.
2. Tujuan
Konseling Kelompok
Menurut Winkel (2004:592) tujuan layanan
konseling kelompok yaitu:
a. Masing-masing
anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri.
Berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima dirinya sendiri dan
lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadian.
b. Para
anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga
mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.
c. Para
anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan
hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi di dalam kelompok dan
kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari diluar kehidupan kelompoknya.
d. Para
anggota kelompok menjadi lebih peka terhadapkebutuhan orang lain dan lebih
mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih
membuat mereka lebih sensitive juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan
perasaan-perasaan sendiri.
e. Masing-masing
anggota kelompok menetapkan suatu sasarn yang ingin mereka capai yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstuktif.
f. Para
anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima resiko yang wajar
dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa.
g. Para
anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia
sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan
harapan akan diterima orang lain.
h. Masing-masing
anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang memperhatikan bagi
dirinya sendiri kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain.
i. Para
anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara
terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian.
3. Pelaksanaan
Konseling Kelompok
Ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan konseling kelompok, yaitu:
a. Memilih
anggota kelompok
Para anggota hendaknya memiliki kesamaan
minat dan masalah, adanya homogenitas dalam pengelompokan dilihat dari usia,
kematangan social pengalaman, dan sebagainya.
b. Ukuran
kelompok
Konselor hendaknya memperhitungkan banyaknya
anggota dalam kaitannya dengan keefektifan interaksi di dalamnya. Biasanya 5
sampai 8 orang anggota.
c. Lama
dan frekuensi pertemuan
Biasanya berkisar antara 30 menit sampai 1
jam untuk setiap pertemuan dan dapat dilakukan seminggu sekali atau seminggu
dua kali.
d. Hakekat
hubungan
Hendaknya diperhatikan benar bentuk hubungan
dalam proses konseling. Hakekat hubungan ada 2 yaitu hubungan yang berpusat
pada para anggota dan hubungan yang berpusat pada konselor.
e. Mengembangkan
dan memelihara hubungan
Para anggota hendaknya diusahakan agar selama
konseling anggota dapat mendengarkan, membantu orang lain berbicara,
mendiskusikan masalah, mendiskusikan perasaan, mengkonfrimasi dan merencanakan
tindakan.
f. Tanggung
jawab konselor
Tanggung jawab konselor adalah sejajar dengan
situasi konseling individual, yaitu menumbuhkan perasaan diterima, hangat, dan
pemahaman.
g. Tanggung
jawab anggota kelompok
Setiap anggota diwajibkan untuk dapat
beerinteraksi agar dapat membantu menumbuhkan dan memelihara suasana yang
kondusif.
h. Beberapa
tehnik kelompok
Tehnik-tehnik kelompok yang dapat digunakan
dalam konseling adalah bermain peranan dan pergantian peranan.
C. Kerangka
Pemikiran
Proses
layanan konseling kelompok dapat mencapai hasil yang baik sehingga siswa
termotivasi untuk melakukannya. Beberapa upaya agar siswa terdorong untuk
mengurangi perilaku membolos diantaranya penyajian materi yang menarik
perhatian siswa, sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar siswa dan dapat
menimbulkan rasa suka terhadap mata pelajaran yang tidak disenangi siswa.
Berdasarkan
kajian teoritis yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur kerangka
berpikir dalam penelitian ini yang digambarkan sebagai berikut:
|
|
|
|
||||||
|
|
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Dengan Layanan Konseling Kelompok dapat
Mengurangi Membolos pada Siswa SMP N 2 Polokarto” .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar