Minggu, 17 Juli 2016

Bab II : UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2012/2013



UPAYA MENGURANGI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI
LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX
SMP NEGERI 2 POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

A.    Tinjauan tentang mengurangi perilaku membolos
1.     Pengertian
   Mengurangi adalah upaya/usaha untuk mengurangi kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Sedangkan perilaku adalah tingkah laku manusia yang dilakukan setiap saat. Membolos dapat diartikan sebagai perilaku siswa yang tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak tepat, atau membolos juga dapat dikatakan sebagai ketidakhadiran siswa tanpa adanya suatu yang jelas.
   Membolos merupakan saalah satu bentuk dari kenakalan siswa, yang jika tidak segera diselesaikan atau dicari solusinya dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Oleh karena itu penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Penanganan tidak saja dilakukan oleh sekolah, tetapi pihak keluarga juga perlu dilibatkan. Malh terkadang penyebab utama siswa membolos lebih sering berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Jadi komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan maslah siswa tersebut.
2.     Faktor-Faktor Penyebab Siswa Membolos
   Penyebab siswa membolos dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor-faktoor penyebab siswa membolos dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa bisa berupa karakter siswa yang memang suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari rutinitas-rutinitas yang membosankan di rumah. Sementara itu, faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar siswa, misalnya kebijakan sekolah yang tidak berdamai dengan kepentingan siswa, guru yang tidak professional, fasilitas penunjang sekolah missal laboratorium dan perpustakaan yang tidak memadai, bisa juga kurikulum yang kurang bersahabat sehingga mempengaruhi proses belajar di sekolah. Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dikemukakan di atas, faktor pendukung munculnya perilaku membolos sekolah pada remaja juga dapat dikelompokan sebagi berikut.
a.      Faktor Keluarga
   Mungkin kita pernah mendengar (atau mungkin sering) ada siswa yang  tidak diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya. Untuk suatu alasan tertentu mungkin hal ini dianggap paling efisien untuk mengatasi krisis atau permasalahan dalam keluarganya. Misalnyaa kakaknya sakit, sementaraa kedua orang tuanya harus pergi bekerja mencari nafkah. Untuk menemani kakaknya tersbut maka adinya terpaksa tidak masuk sekolah. Untuk alasan tersebut bolehlah sang adik tidak masuk sekolah. Tapi yang menjadi masalah terkadang anak tersebut tidak membuat izin kepada pihak sekolah, sehingga pihak sekolah tidak tahu duduk permasalahannya. Yang mereka tahu si A membolos. Sementara daampaknya bagi anak tersebut ialah ia harus kehilangaan waktu belajarnya. Jika hal ini menjadi kebiasaan (membolos), lambat laun siswa tersebut tidak peduli lagi dengan peraturan. Ia akan berbuat seenaknya, terserah mau masuk atau tidak.
   Orang tua yang tidak peduli tehadap pendidikan. Selain itu sikap orang tua terhadap sekolahan juga memberi pengaruh yang besar pada anaak. Jika orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting dan hanya membuang-buang waktu sja, atau juga jika mereka menanamkan perasaan pada anak bahwa ia tidak akan berhasil, anak ini akan berkurang semangatnya untuk masuk sekolah. Biasanya sikap orang tua yang menganggap bahwa pendidikan itu tidak penting karena mereka sendiri orang yang kurang pendidikan. Akibatnya penghargaan terhadap pendidikan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka menuntut agar anak-anaknya untuk bekerja saja mencari uang. Ironisnya mereka juga menuntut agar anaknya memperoleh hasil yang lebih besar dari kemampuan anak tersebut. orang tua seperti ini tidak memiliki pandangan jauh ke depan, sebagai imbasnya masa depan anaklah yang menjadi korban.
   Membeda-bedakan anak. Ada orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan bagi anak aki-laki lebih penting daripada anak perempuan. Anak laki-lakinya yang menjadi tumpuan dan kebanggaan keluarga, sementara anak perempuan pada akhirnya akan kawin dan hanya mengurusi maslh dapur, sehingga tidak memerlukan pendidikan yang terlalu tinggi. Dalam hal ini, anak perempuan disorong untuk tidak masuk sekolah. Mengurangi uang saku. Meskipun tidak semua anak menginginkan uang saku yang banyak, namun tidak sedikit pula anak-anak yang merasa kuarng percaya diri jika uang saku mereka sedikit disbanding dengan teman-temannya. Sehingga akibatnya pada anak tersebut ialah ia menjadi malas untuk masuk sekolah. Di zaman modern seperti sekarang ini uang selalu dapat berbicara, tak terkecuali pada bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang mengharuskan siswa-siswanya untuk membeli LKS, buku wajib, dan segala kebutuhan lain demi kepentingan proses belajar. Untuk barang-barang tersebut kadang orang tua tidak mau mengeluarkan uang untuk membelinya. Maka siswa yang tidak membeli akan malu pada siswa lain yang membeli. Dan siswa yang tidak membeli akan malas untuk berangkat ke sekolah.
b.     Kurangnya Kepercayaan Diri
   Sering rasa kurang percaya diri menjadi penghambat segala aktifitas. Faktor utama penghalang kesuksesan ialah kurangnya rasa percaya diri. Ia mematikan kreatifitas siswa. Meskipun bagitu banyak ide dan kecerdasan yang dimiliki siswa, tetapi jika tidak berani atau merasa tidak mampu untuk melakukannya sama saja percuma. Perasaan diri tidak mampu dan takut akan selalu gagal membuat siswa tidak percaya diri dengan segala yang dilakukannya. Ia tidak ingin malu, merasa tidak berharga, serta dicemooh sebagai akibat dari kegagalan tersebut. Perasaan rendah diri tidak selalu muncul pada setiap mata pelajaran. Terkadang ia merasa tidak mampu  dengan mata pelajaran matematika, tetapi ia mampu pada mata pelajaran biologi. Pada mata pelajaran yang ia tidak suka, ia cenderung berusaha untuk menghindarinya, sehingga ia akan pilih-pilih jika akan masuk sekolah. Sementara itu siswa tidak menyadari bahwa dengan tidak masuk sekolah justru membuat dirinya ketinggalan materi pelajaran. Melarikan diri dari msalah malah akan menambah masalah tersebut.
c.      Perasaan yang Tersisihkan
   Perasaan tersisihakan tentu tidak diinginkan semua orang. Tetapi kadang rasa itu muncul tanpa kita inginkan. Seringkali anak dibuat merasa bahwa ia tidak diinginkan atau diterima di kelasnya. Perasaan ini bisa berasal dari teman sekelas atau mungkin gurunya sendiri dengan sindiran atau ucapan. Siswa yang ditolak oleh teman-teman sekelasnya, akan merasa lebih aman berada di rumah. Ada siswa yang tidak masuk sekolah karena takut oleh ancaman temannya. Ada juga yang diacuhkan oleh teman-temannya, ia tidak diajak bermain, atau mengobrol bersama. Penolakan siswa terhadap siswa lain dapat disebabkan oleh faktor tertentu, misalnya faktor SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan)
d.     Faktor Personal
   Faktor personal misalnya terkait  dengan menurunnya motivasi atau kehilangan minat akademik siswa, kondisi ketinggalan pelajaran, atau karena kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras.
e.      Faktor yang Berasal dari Sekolah
   Tanpa disadari pihak sekolah bisa jadi menyebabkan perilaku membolos pada remaja, karena sekolah kurang memiliki kepedulian terhadap apa yang terjadi pada siswa. Awalnya barangkali siswa membolos karena faktor personal atau permaslahaan dalam keluarganya. Kemudian maslah muncul karena sekolah tidak memberikan tindakan konsisten, kadang menghukum kadang menghiraukannya. Ketidak konsistenan ini akan berakibat pada kebingungan siswa dalam berperilaku sehingga tak jarang mereka mencoba-coba membolos lagi. Jika penyebab banyaknya perilaku membolos adalah faktor tersebut, maka penanganan dapat dilakukan dengan melakukan penegakan disiplin sekolah. Peraturan sekolah harus lebih jelas dengan sanksi-sanksi yang dipaparkan secara eksplisip, termasuk peraturan mengenai presentasi siswa sehingga perilaku membolos siswa dapat diminimalkan. Selanjutnya, faktor lain yang perlu diperhatikan pihak sekolah adalah kkegiatan belajar mengajar yang berlangung disekolahan. Dalam menghadapi siswa yang sering membolos, pendekatan individual perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Selain terkait dengan permasalahan pribadi dan keluarga, kepada siswa perlu ditanyakan pandangan mereka terhadap kegiatan belajar disekolah, apakah siswa merasa tugas-tugas yang ada sangat mudah sehingga kurang menantang atau sebaliknya sangat sulit sehingga membuat frustasi. Tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi siswa-siswanya. Kondisi ini meliputi proses belajar mengajar dikelas, proses administrative serta informal di luar kelas. Dalam seting sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku siswa, termasuk perilaku membolos jika guru tidak memperhatikan siswanya dengan baik dan hanya berorientasi saja selesainya penyampaian materi pelajaran dikelas, peluang perilaku membolos pada siswa semakin besar karena siswa tidak merasakan menariknya pergi ke sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan siswa sehingga mereka tertarik dating dan merasakanmenfaat sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang menjadi minat tiap siswa, apa yang menyulitkan bagi mereka, serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu siswa akan terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu siswa akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Tentu saja, pendekatan dari pihak sekolah ini hanya mejadi salah satu faktor saja. Faktor lainnya seperti faktor personal dan faktor keluarga juga tak kalah penting dan memberikan kontribusi besar dalam perilaku membolos, sehingga pencarian mengenai penyebab yang pasti dari perilaku membolos perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menetapkan pihak mana yang layak melakukan intervensi. Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar. Disana tempat siswa-siswa belajar ilmu pengetahuan. Belajar akan lebih berhasil bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Karena itu bahan harus dipilih yang sesuai dengan minat anak atau yang dijalannya nampak dengan jelas adanya tujuan yang sesuai dengan tujuan anak melakukan aktifitas belajar. Jadi, suasana kelas sangat berpengaruh terhdap motifasi belajar siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran yang jelas juga akan  memudahkan siswa dalam pemahamannya. Sehingga siswa tidak akan bosan dan mudah mengikuti kegiatan pembelajaran. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor sekolah merupakan faktor yang bereksiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada remaja, yaitu antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.

B.    Tinjauan Tentang Layanan Konseling Kelompok
1.     Pengertian Konseling Kelompok
   Shertzer dan Stone (1981), konseling kelompok merupakan suatu proses dimana seorang konselor terlibat didalam suatu hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama. Artinya kegiatan konseling kelompok ini berinteraksi satu dengan yang lainnya, para anggota membentuk hungan yang bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman dan kesadaran terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Gazda (1984) mengemukakan pengertian konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, ketaris, saling mempercayai, memelihara dan mendukung. Klien dapat berinteraksi dengan kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan serta untuk belajar sikap dan perilaku tertentu.
2.     Tujuan Konseling Kelompok
   Menurut Winkel (2004:592) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:
a.      Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan menemukan dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif dalam kepribadian.
b.     Para anggota kelompok mengembangkan kemampuan berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas untuk fase perkembangan mereka.
c.      Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi di dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari diluar kehidupan kelompoknya.
d.     Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadapkebutuhan orang lain dan lebih mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih membuat mereka lebih sensitive juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan sendiri.
e.      Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasarn yang ingin mereka capai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstuktif.
f.      Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima resiko yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak berbuat apa-apa.
g.     Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain.
h.     Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang memperhatikan bagi dirinya sendiri kerap juga menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain.
i.       Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian.

3.     Pelaksanaan Konseling Kelompok
   Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam melaksanakan konseling kelompok, yaitu:
a.      Memilih anggota kelompok
   Para anggota hendaknya memiliki kesamaan minat dan masalah, adanya homogenitas dalam pengelompokan dilihat dari usia, kematangan social pengalaman, dan sebagainya.
b.     Ukuran kelompok
   Konselor hendaknya memperhitungkan banyaknya anggota dalam kaitannya dengan keefektifan interaksi di dalamnya. Biasanya 5 sampai 8 orang anggota.
c.      Lama dan frekuensi pertemuan
   Biasanya berkisar antara 30 menit sampai 1 jam untuk setiap pertemuan dan dapat dilakukan seminggu sekali atau seminggu dua kali.
d.     Hakekat hubungan
   Hendaknya diperhatikan benar bentuk hubungan dalam proses konseling. Hakekat hubungan ada 2 yaitu hubungan yang berpusat pada para anggota dan hubungan yang berpusat pada konselor.
e.      Mengembangkan dan memelihara hubungan
   Para anggota hendaknya diusahakan agar selama konseling anggota dapat mendengarkan, membantu orang lain berbicara, mendiskusikan masalah, mendiskusikan perasaan, mengkonfrimasi dan merencanakan tindakan.
f.      Tanggung jawab konselor
   Tanggung jawab konselor adalah sejajar dengan situasi konseling individual, yaitu menumbuhkan perasaan diterima, hangat, dan pemahaman.
g.     Tanggung jawab anggota kelompok
   Setiap anggota diwajibkan untuk dapat beerinteraksi agar dapat membantu menumbuhkan dan memelihara suasana yang kondusif.
h.     Beberapa tehnik kelompok
   Tehnik-tehnik kelompok yang dapat digunakan dalam konseling adalah bermain peranan dan pergantian peranan.

C.    Kerangka Pemikiran
Proses layanan konseling kelompok dapat mencapai hasil yang baik sehingga siswa termotivasi untuk melakukannya. Beberapa upaya agar siswa terdorong untuk mengurangi perilaku membolos diantaranya penyajian materi yang menarik perhatian siswa, sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar siswa dan dapat menimbulkan rasa suka terhadap mata pelajaran yang tidak disenangi siswa.












Berdasarkan kajian teoritis yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur kerangka berpikir dalam penelitian ini yang digambarkan sebagai berikut:

Perilaku membolos siswa tinggi
 
Kondisi Awal
 
                                                                                                        



Tindakan
 
Pendekatan Konseling Kelompok
 
 
                                                                                                                                               

Perilaku membolos pada siswa berkurang
 
Kondisi Akhir
 
                                      
                          


                          
D.    Hipotesis
   Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Dengan Layanan Konseling Kelompok dapat Mengurangi Membolos pada Siswa SMP N 2 Polokarto”       .                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar