REMAJA NGE-“GANK”
Drs. A. Sardi
Benarkah
masa remaja masa yang paling indah, walau penuh dengan cobaan ? Masa remaja
merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.
Pada masa ini ditandai dengan ciri-ciri perubahan psikis dan pertumbuhan fisik
yang sangat mencolok.
Perubahan
psikis yang nampak adalah jiwa eksploitasinya. Yakni ingin mencoba-coba
melakukan sesuatu. Jika sesuatu itu menyenangkan, mereka akan berusaha
mengulanginya. Tetapi jika sesuatu itu membuatnya sengsara, mereka akan mendendamnya.
Maka wajar apabila remaja mengalami sesuatu yang membahagiakan, mereka akan
mencerminkan kebahagiaannya dengan meletup-letup. Misalnya bernyanyi sepanjang
hari, tertawa terbahak-bahak, berjingkrak-jingkrak. Sebaliknya, jika mereka
merasa sengsara, mereka lebih memilih untuk menyendiri dengan mengunci di
kamar. Muncul perasaan bahwa hidupnya tidak berarti, ingin mati, ingin “lari”
dari belenggunya.
Untuk
melakukan kompensasi kegembiraan dan kesedihannya, sebagian besar melakukan
“curhat” kepada teman sebayanya. Jarang yang berani bercerita kepada orang tua atau
orang dewasa lainnya. Alhasil, setelah didengar “curhat”-nya, lama kelamaan
menjadi akrab dan merasa senasib. Terbentuklah kelompok remaja yang disebut
GANK.
Banyak
remaja yang merasa senang berada di gank-nya, karena dirinya merasa diterima
atau merasa di”wongke”. Eksistensinya diakui.
Sebagian
besar kegiatan remaja di gank menjurus pada kegiatan yang kurang baik.
Perhatikan saja nama-nama gank yang tertulis di tembok pinggir jalan. OBLO
(Organisasi Bocah Lali Omah), Joxzin (Joko Sinthing), Perex (Perawan
Eksperimen), QIZRUH (Kami Suka Ribut Untuk Hiburan), dll.
Mengapa
remaja membentuk sebuah gank ? Faktor utamanya adalah mereka merasa kurang
diterima di dalam keluarga dan lingkungan sekolahnya. Keluarga yang “broken”
dan banyak tuntutan. Sekolah yang penuh dengan aturan. Dll.
Bagaimana
sikap Gereja sendiri menghadapi dunia remaja yang demikian ini ? Khusus di
Stasi Kristus Raja Solo Baru sudah terbentuk suatu paguyuban PIR (Pendampingan
Iman Remaja) dan paguyuban-paguyuban lain yang berusaha menampung remaja.
Tetapi sudahkah paguyuban ini mampu menampung sebagian aspirasi remaja ?
Menurut pendapat beberapa remaja yang sempat penulis minta pendapatnya, mereka
“enggan” bergabung. Penyebabnya antara lain: tidak ada teman, kegiatannya
membosankan (hanya itu-itu saja) dan kurang “seru”, orang tua kurang memberi
dukungan.
Secara
psikologis, remaja memang membutuhkan suatu tantangan-tantangan baru. Mereka
senang akan kegiatan-kegiatan yang menantang, vareatif dan ekspoitatif. Tidak
memandang dan peduli itu penuh dengan resiko atau tidak.
Remaja
tidak senang dijejali dengan teori-teori norma dan dogma. Untuk itu perlu
diadakan kegiatan yang sesuai dengan dunianya. Tentu saja dibutuhkan pula pendamping
yang mengetahui dunia remaja.
Materi
pendampingan remaja perlu dikemas dalam suatu permainan atau games yang
bersifat kompetitif. Tentu saja dalam permainan tersebut terkandung unsure
nilai-nilai hidup yang harus diperjuangkan.
Yang
tidak kalah penting adalah peran serta dan dukungan orang tua. Orang tua harus
menyadari bahwa selain melakukan pendampingan remajanya menggali ilmu
pengetahuan untuk bekal kemudian, juga harus menyedari bahwa pendidikan iman
bagi remajanya sangatlah penting. Tak akan berarti suatu perbuatan jika tidak
didasari oleh iman.
Sebagai
salah satu hal yang konkrit, doronglah remajanya untuk terlibat aktif dalam
suatu paguyuban yang bersedia menampung remaja. Di Stasi Kristus Raja ada
beberapa paguyuban dan kegiatan yang melibatkan remaja, antara lain: lektor,
misdinar, koor, tatib, persembahan, parker, dll.
Remaja
adalah asset kita bersama. Generasi penerus kita. Mari kita perhatikan
keberadaannya. Mari kita berikan wadah dan kesempatan berkiprah sesuai dengan
kemampuannya.
Jika
kita tidak mampu ikut “cawe-cawe” dengan berperan aktif membina dan mendampingi
remaja. Mari kita sisipkan permohonan dalam setiap kegiatan doa untuk
remaja-remaja kita agar lurus jalannya.
A.Sardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar