GERAKAN SISWA MENABUNG
Drs. A. Sardi
Di era tahun 1970-an, pemerintah
pernah menggalakkan program kegiatan menabung bagi pelajar dan pramuka, yang
disebut TAPELPRAM. Waktu itu, hampir semua siswa di seluruh jenjang pendidikan formal
memiliki buku tabungan yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan milik pemerintah,
karena lembaga perbankan milik swasta belum menjamur seperti sekarang ini. Ciri
fisik buku TAPELPRAM sperti buku saku dan tipis. Sampul bukunya bergambar
sebuah lampu Blencong. Yakni sebuah lampu minyak buah arak yang sering
dipergunakan seorang dhalang saat mementaskan wayang kulit. Lampu itu biasanya
dipasang di dekat layar (kelir), di atas kepala Sang Dhalang. Lampu itu
merupakan salah satunya alat penerangan karena belum banyak terdapat lampu
penerangan listrik.
Mengapa saat itu program kegiatan
TAPELPRAM berhasil ? Karena adanya jalinan kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Keuangan, yang digagas oleh Bapak Koperasi kita, yaitu Drs.
Muh. Hatta. Para guru diberikan pemahaman bagaimana cara menarik
siswa-siswanya untuk mau menabung. Bagaimana mengelola uang tabungan
siswa-siswanya. Bagaimana prosedur menjalin kerjasama antara sekolah dengan
bank. Pada hal waktu itu, belum banyak berdiri lembaga perbankan seperti
sekarang ini. Sarana transportasi dan teknologi belum secanggih saat ini. Tetapi
pihak pengelola sekolah dengan rasa tanggungjawab yang besar melaksanakan
program ini. Dengan menunjuk beberapa guru agar sadar memupuk semangat para
siswa untuk hidup hemat dan sederhana, melalui kegiatan menabung. Para guru pun
dengan semangat yang tinggi bersedia untuk mengelola tabungan siswa dan
menjalinrelasi dengan bank cukup berhasil.
Tidak hanya itu, sebagian besar
siswa waktu itu jarang yang diberi uang saku oleh orangtuanya. Maklum, era
tahun 70-an merupakan masa ekonomi sulit.
Tetapi mengapa mereka bisa menabung uang, walaupun nominalnya tergolong kecil ?
Tak bisa dipungkiri, siswa era 70-an sudah memiliki karakter hidup hemat,
sederhana, dan berwawasan ke depan. Mereka juga pintar mengatur waktu, kapan
belajar dan kapan bekerja agar memperoleh uang secara halal. Lebih-lebih para
siswa yang tinggal di daerah pedesaan. Mereka bersedia menjadi buruh tani di
luar waktu belajarnya. Dari kegiatan bekerja, mereka mendapatkan upah. Upah
yang diperoleh itulah lalu sebagian atau semuanya ditabung di sekolah.
Pengambilan uang tabungan melalui
sekolah, hanya boleh dilakukan saat kenaikan kelas atau kelulusan. Yang
menarik, walaupun memiliki uang dari hasil tabungannya, setelah naik kelas atau lulus, para siswa
waktu itu tidak serta merta menggunakannya untuk berhura-hura. Misalnya : jajan, membeli
sesuatu barang yang kurang berguna, berwisata. Tidak sedikit para siswa khususnya
di daerah pedesaan , setelah menerima uang tabungannya di sekolah lalu
dibelikan binatang piaraan yang mengahsilkan. Misalnya: ayam, itik, merpati,
kambing. Secara tidak langsung mereka belajar berwiraswasta secara sederhana
sambil belajar menekuni pelajaran yang mereka terima dari guru-gurunya. Singkatnya,
para siswa merasa beruntung banyak dengan uang tabungannya ini.
Tetapi mengapa program tersebut
tidak lestari hingga kini ? Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Dari
pengelola sekolah, merasa tambah beban tanggungjawab dan menganggap kegiatan mengelola
tabungan siswa bukan merupakan salah satu tugas dan kewenangannya. Jika
melaksanakan program ini, jelas harus menunjuk beberapa orang guru untuk
bersedia mengelolanya secara suka rela. Maka jarang sekali ada seorang guru
yang bersedia ditugasi untuk mengelola tabungan keuangan siswa serta menjalin
relasi dengan lembaga perbankan. Di sisi lain, guru sudah merasa berat dengan
beban tugas dan tanggungjawabnya. Kebanyakan merasa sudah tidak ada waktu untuk
mengelola program semacam ini.
Lembaga pendidikan lebih mengutamakan
pencapaian prestasi akademis dibandingkan pendidikan karakter para siswanya. Pandangan
yang bersifat sempit ini didasari oleh kekawatiran, jika prestasi akademis para
siswanya tidak maksimal, maka akan tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat
dan pemerintah.
Alasan tidak ada waktu bagi guru
yang dipercaya untuk mengelola uang tabungan siswa sebenarnya tidak mendasar.
Tugas seorang guru jaman era 70-an dengan jaman sekarang tidak jauh bedanya.
Malah guru jaman dulu sangat terbatas akan sarana dan prasarana. Kebanyakan
alat transportasi guru adalah sepeda
onthel. Jarang yang memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Alat komunikasi
dan teknologi informatika sangat terbatas dan masih langka. Tetapi kenyataannya
bisa meluangkan waktu mengelola uang tabungan para siswanya. Dengan penuh rasa
tanggungjawab mengantarkan uang tabungan para siswanya ke bank yang jauh
tempatnya. Kredibilitas para guru sungguh luar biasa, walaupun dengan gaji yang
tergolong rendah dibandingkan jaman sekarang. Seorang guru bisa memperoleh
paling sedikit tiga jenis tunjangan.
Sedangkan untuk saat ini, fasilitas
transportasi , komunikasi, dan teknologi informatika yang bisa digunakan para guru
telah memadai. Kantor-kantor bank, baik milik pemerintah maupun yang dikelola
oleh swasta , yang dimungkinkan bisa diajak kerjasama tidak jauh lokasinya
dengan sekolah. Jika akan melakukan transaksi tidak banyak membutuhkan waktu
dan tenaga. Bahkan ada petugas bank yang bersedia dipanggil datang di sekolah
untuk melayani transaksi uang tabungan dari warga sekolah tersebut.
Kalaupun mungkin, pengelola sekolah
bisa menjalin kerjasama dengan pihak bank agar membuka counter di sekolah
dengan agenda khusus yang tidak mengganggu aktivitas belajar mengajar. Misalnya
jam, hari, minggu sudah ditentukan. Dengan demikian, secara tidak langsung juga
melatih para siswa untuk membuat perencanaan waktu yang tepat dan uangnya yang
akan menabungkan di bank
Dari faktor siswa, memang sulit
untuk membiasakan diri memiliki sikap hidup hemat dan sederhana dengan cara
menabung. Akan tetapi jika seorang guru mampu memberikan pemahaman dan pencerahan
akan tujuan dan manfaat menabung, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan, bisa
diyakini para siswa akan tertarik dan mau menyisihkan uang sakunya untuk
ditabung. Lebih-lebih, sebagian besar siswa sekarang jika ke sekolah diberi
uang saku oleh orangtuanya. Sementara beberapa
pemerintah kota / kabupaten sekarang telah memberlakukan SPP gratis bagi siswa
SD, SMP, dan SMA. Dengan demikian, para siswa tidak akan banyak mempergunakan
uang sakunya untuk kepentingan pemenuhan pembelian alat / sarana kegiatan
belajarnya di sekolah. Suatu kesempatan yang baik apabila para pengelola
sekolah mampu mengadakan pendekatan kepada para siswa untuk mengalihkan
sebagian uang sakunya untuk ditabung secara bersama-sama di bank dan
menyediakan diri untuk mengelola uang tabungan itu bekerjasama dengan lembaga perbankan, baik negeri maupun
swasta.
Untuk saat ini jika ada seorang
siswa memiliki uang tabungan di bank, kebanyakan bukan atas namanya sendiri.
Melainkan atas nama orang tuanya. Dengan demikian, salah seorang siswa kurang
memiliki motivasi untuk menabung. Terlebih yang ditabung dari sebagian uang
sakunya sendiri. Siswa kurang memiliki keleluasaan untuk mengambil uang
tabungannya di bank. Singkatnya siswa kurang “handarbeni” uang tabungannya. Hal ini memberikan dampak pada
karakter hidup hemat, sederhana, disiplin sesuai dengan tujuan menabung.
Sebagian besar orangtua pun kurang
menaruh perhatian khusus terhadap karakter anak-anaknya akan pembiasaan hidup
hemat, sederhana, dan disiplin. Ada unsure kurang mempercayai anak-anaknya. Hal
ini pun mencerminkan jika orangtua kurang memikirkan masa depan anak-anaknya.
Terbukti, jika waktu kenaikan kelas, kelulusan, mencari sekolah baru dan kenyataannya
membutuhkan uang, banyak orangtua yang merasa bingung, harus mencari uang dari
mana.
Bagaimana jika Gerakan Siswa Menabung digalakkan lagi ? Bisa diyakini karakter
hidup sederhana , hemat dan disiplin para siswa akan tumbuh dan berkembang dengan
baik. Mereka memiliki kesadaran dan harapan yang tinggi akan hidupnya di masa yang akan datang. Dengan kata lain, mereka
akan memliki pandangan yang positif ke masa depan yang cerah dan lebih baik. Para
siswa akan focus memikirkan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pelajar.
Yakni belajar. Para siswa tidak terkena imbas dari permasalahan ekonomi
keluarga.
Jika orang tua siswa dilibatkan
untuk menyusun perencanaan dan pengelolaan, misalnya melalui Komite Sekolah. Para orangtua pun pasti
banyak yang bersedia memberikan dukungan dan perhatian penuh kepada pengelola
sekolah jika memiliki program menabung bagi anak-anaknya. Sebagian besar orang tua siswa sekarang
memiliki kesadaran bahwa, motivasi menyekolahkan anak-anaknya tidak hanya
memiliki kecakapan lebih di bidang akademis. Akan tetapi juga mampu memiliki
karakter yang bisa dijadikan landasan hidup di waktu yang akan datang. Lebih-lebih
mereka mengerti bahwa tabungan uang anaknya dikelola oleh lembaga yang bisa
dipercaya dan dipertanggungjawabkan.
Dari masyarakat pun akan terbantu
perekonomiannya. Uang tabungan siswa di bank bisa dimobilisasikan dan
diberdayakan kepada masyarakat untuk dipinjamkan sebagai modal mengembangkan
usahanya. Khusus dari lembaga perbankan bisa merasa bangga karena mampu
menjalankan peran dan tugasnya sebagai motor penggerak ekonomi rakyat. Secara
tidak langsung juga berperan aktif dalam
proses pendidikan karakter para siswa, memalui pembiasaan hidup hemat,
sederhana, dan disiplin dengan cara menabung di bank.
Jika program Gerakan Siswa Menabung ini dapat dilaksanakan di kawasan Solo Raya (Kodya Surakarta, Kab. Boyolali, Kab. Karanganyar, Kab. Klaten, Kab.
Sragen, Kab. Sukoharjo, Kab. Wonogiri), maka Pemerintahan Solo Raya akan menjadi
pelopor dan penggerak ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan masyarakat
sekolah, khususnya para siswa, yang kemungkinan akan ditiru oleh daerah-daerah
lain. Yang secara tidak langsung melaksanakan pendidikan karakter para siswa
melalui pola hidup hemat, sederhana, dan disiplin.
Berdasarkan data jumlah siswa per
jenjang pendidikan dari Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Tengah tahun 2011/2012, adalah sebagai berikut:
1. Taman
Kanak-Kanak
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
3
|
287
|
390
|
12,431
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
1
|
380
|
381
|
15,864
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
3
|
487
|
490
|
17,196
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
1
|
910
|
911
|
17,196
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
4
|
541
|
545
|
17,178
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
3
|
335
|
338
|
9,682
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
19
|
487
|
508
|
12,479
|
|
|
JUMLAH
|
34
|
3.427
|
3.461
|
102.026
|
2. Raudatul Atfal
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
-
|
-
|
5
|
686
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
-
|
-
|
407
|
12.147
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
-
|
-
|
64
|
3578
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
-
|
-
|
100
|
14.765
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
-
|
-
|
58
|
4.304
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
-
|
-
|
167
|
7335
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
-
|
-
|
18
|
2.031
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
819
|
44.846
|
3. Sekolah Dasar
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
193
|
69
|
262
|
64,658
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
562
|
14
|
576
|
81,095
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
477
|
15
|
492
|
75,715
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
766
|
46
|
812
|
108,171
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
565
|
15
|
580
|
85,433
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
466
|
12
|
478
|
66,031
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
783
|
19
|
802
|
89,906
|
|
|
JUMLAH
|
3.812
|
190
|
4.002
|
571.009
|
4. MI
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
1
|
2
|
3
|
630
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
12
|
190
|
202
|
21.320
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
3
|
56
|
59
|
5.792
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
3
|
70
|
73
|
6.994
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
9
|
60
|
69
|
6.837
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
6
|
65
|
71
|
8.328
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
2
|
38
|
40
|
3.442
|
|
|
JUMLAH
|
36
|
481
|
517
|
53.343
|
5. SMP
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
27
|
47
|
74
|
34,122
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
52
|
38
|
90
|
36,239
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
50
|
26
|
76
|
33,923
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
65
|
42
|
107
|
48,371
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
48
|
39
|
87
|
36,973
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
41
|
21
|
62
|
28,554
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
75
|
39
|
114
|
40,982
|
|
|
JUMLAH
|
358
|
252
|
610
|
259.164
|
6. MTS
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
2
|
31
|
33
|
2.531
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
14
|
23
|
37
|
10.459
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
6
|
17
|
23
|
4.132
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
16
|
9
|
25
|
5.930
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
8
|
15
|
23
|
6.226
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
4
|
10
|
14
|
5.988
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
5
|
16
|
21
|
3.572
|
|
|
JUMLAH
|
55
|
121
|
176
|
37.838
|
7. SMA
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
8
|
32
|
40
|
20.263
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
17
|
32
|
49
|
13.390
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
12
|
6
|
18
|
9.390
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
16
|
15
|
31
|
14.735
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
11
|
14
|
25
|
10.587
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
9
|
10
|
19
|
10.475
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
12
|
8
|
20
|
9.649
|
|
|
JUMLAH
|
85
|
117
|
202
|
88.486
|
8. MA
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
2
|
5
|
7
|
2.041
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
4
|
5
|
9
|
1.924
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
2
|
2
|
4
|
1.306
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
3
|
3
|
6
|
1.341
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
3
|
3
|
6
|
1.257
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
1
|
3
|
4
|
1.029
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
1
|
4
|
5
|
555
|
|
|
JUMLAH
|
16
|
25
|
41
|
9.453
|
9. SMK
|
NO
|
KAB/KOTA
|
NEGERI
|
SWASTA
|
JUMLAH
|
JUMLAH SISWA
|
|
1
|
Kota Surakarta
|
9
|
38
|
47
|
23.004
|
|
2
|
Kab. Boyolali
|
9
|
25
|
34
|
14.778
|
|
3
|
Kab. Karanganyar
|
5
|
23
|
28
|
11.089
|
|
4
|
Kab. Klaten
|
10
|
42
|
52
|
26.217
|
|
5
|
Kab. Sragen
|
11
|
32
|
43
|
19.008
|
|
6
|
Kab. Sukoharjo
|
3
|
23
|
26
|
13.147
|
|
7
|
Kab. Wonogiri
|
5
|
33
|
38
|
15.686
|
|
|
JUMLAH
|
52
|
216
|
268
|
122.929
|
Seandainya
program Gerakan Siswa Menabung
dilaksanakan, dengan asumsi kasar (pencapaian target) berdasarkan jenjang
pendidikan per siswa, akan diperoleh
data dalam table:
|
NO
|
JENJANG
PENDIDIKAN
|
JUMLAH SISWA
|
TARGET (RP)
TABUNGAN
|
PERKIRAAN
(RP) TABUNGAN
|
|
1
|
TK dan RA
|
146872
|
4.000
|
587.488.000
|
|
2
|
SD dan MI
|
624.352
|
5.000
|
3.121.760.000
|
|
3
|
SMP dan MTS
|
297.002
|
7.500
|
2.227.515.000
|
|
4
|
SMA , MA dan SMK
|
2.208.668
|
10.000
|
22.086.680.000
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
28.023.443.000
|
Jika
masing-masing jenjang pendidikan , setiap siswa TK dan RA, masing-masing
ditarget mampu menabung Rp 4.000 / bulan x 146872 orang = Rp 587.488.000. Jika
setiap siswa SD dan MI, masing-masing ditarget mampu menabung Rp 5.000 / bulan
x 624.352 orang = Rp 3.121.760.000. Jika setiap siswa SMP dan MTS,
masing-masing ditarget mampu menabung Rp 7.500 / bulan x 297.002 orang = Rp
2.227.515.000, Dan jika masing-masing siswa SMA, MA, dan SMK masing-masing
ditarget mampu menabung Rp 10.000 / bulan x 2.208.668=Rp 22.086.680.000
Dengan demikian dalam satu bulan,
uang tabungan siswa yang masuk ke bank dan siap dimobilisasikan ke masyarakat Rp 28.023.443.000 (Dua puluh delapan
milyard dua puluh tiga juta empat ratus empat puluh tiga ribu rupiah).
Suatu pemasukan yang fantastis bagi kelangsungan perekonomian masyarakat Solo
Raya.
Hal tersebut belum ditambah siswa
dari Kelompok Bermain, PAUD, SDLB, SMPLB, SMALB, SMP Terbuka, SMA Terbuka, dan
para siswa dari Lembaga Pendidikan Non formal lainnya. Jika semua yang
berstatus sebagai pelajar dilibatkan, maka dana yang dijaring akan lebih banyak
lagi.
Jadi untuk menggali sumber dana
sebagai modal pembangunan, sebenarnya tidak perlu mencari “pinjaman” dengan prosedur,
tanggungan, dan bunga yang rumit dan sulit.
Akan tetapi bisa kita gali dengan memberdayakan sumber daya manusia yang
ada. Salah satunya para siswa sekolah (pelajar). Tidak hanya menggali sumber
dana sebagai modal, akan tetapi dengan memberdayakan atau melibatkan para siswa sekolah, secara
tidak langsung ikut serta dalam upaya pembangunan karakter asset bangsa yang
tidak dapat terukur nilainya.
Permasalahan yang mungkin muncul
adalah, bagaimana mekanisme jalinan birokrasi antara dinas yang terkait, yakni
Dinas Pendidikan dan Lembaga Perbankan ? Perlu adanya keterlibatan perencanaan
, pelaksanaan, dan evaluasi dari para ahli ekonomi / perbankan, lembaga
pendidikan / akademisi, dan lembaga terkait lainnya.
Masalah
teknis di lapangan nanti, pihak pengelola sekolah (jenjang pendidikan SD/MI,
SMP/MTS, SMA/MA/SMK) bisa menunjuk, menugaskan, mempercayai beberapa orang
siswa untuk mengelola pelaksanaan program ini. Yang sebelumnya dibina dan
dilatih melalui pendidikan khusus. Sekaligus melatih mereka agar mampu
mengelola keuangan dengan baik dan benar. Tentu saja perlu adanya pengawasan
dan bimbingan dari guru dan tenaga ahli lainnya yang bisa
dipertanggungjawabkan. Bukankah di sekitar sekolah sekarang sudah terdapat
kantor-kantor perwakilan bank yang bisa diajak bekerjasama.
Tidak
mengganggu proses kegiatan belajar para siswa pelaksanaan Gerakan Siswa
Menabung ini ? Asal direncanakan dengan baik dan benar, proses belajar siswa
tidak akan terganggu. Saat ini hampir semua perwakilan bank menyediakan waktu
untuk melayani nasabah sampai pukul 16.00 WIB. Sementara, rata-rata para siswa
belajar di sekolah sampai pukul 13.00 WIB. Dengan demikian masih ada waktu bagi
siswa yang dipercaya untuk melakukan transaksi / menjalin relasi dan menabungkan
uang di bank terdekat.
Dari
pihak bank pun dirasa tidak akan banyak mengalami masalah. Tidak dirugikan dan
malah diuntungkan. Untuk kelancaran pelayanan tabungan siswa, bisa dilakukan
secara kolektif oleh pengelolah sekolah atau kelompok kerja (team work) yang diberi
tugas dan tanggungjawab mengelola uang tabungan siswa. Sedangkan dari pihak
bank tinggal mengambil atau menerima tanpa melalui proses administrasi yang
rumit dan membutuhkan banyak waktu maupun tenaga. Bisa juga dari pihak bank
mengeluarkan buku khusus untuk pelajar, sehingga setiap pelajar bisa memiliki
motivasi dari dalam diri sendiri melakukan dan mengalami kegiatan menabung di
bank sendiri-sendiri. Kegiatan ini akan menjadi suatu pembiasaan (pendidikan
karakter) yang sekarang sangat digalakkan oleh Dinas Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar