Minggu, 10 April 2016

GERAKAN SISWA MENABUNG



GERAKAN SISWA MENABUNG
Drs. A. Sardi

            Di era tahun 1970-an, pemerintah pernah menggalakkan program kegiatan menabung bagi pelajar dan pramuka, yang disebut TAPELPRAM. Waktu itu, hampir semua siswa di seluruh jenjang pendidikan formal memiliki buku tabungan yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan milik pemerintah, karena lembaga perbankan milik swasta belum menjamur seperti sekarang ini. Ciri fisik buku TAPELPRAM sperti buku saku dan tipis. Sampul bukunya bergambar sebuah lampu Blencong. Yakni sebuah lampu minyak buah arak yang sering dipergunakan seorang dhalang saat mementaskan wayang kulit. Lampu itu biasanya dipasang di dekat layar (kelir), di atas kepala Sang Dhalang. Lampu itu merupakan salah satunya alat penerangan karena belum banyak terdapat lampu penerangan listrik.

            Mengapa saat itu program kegiatan TAPELPRAM berhasil ? Karena adanya jalinan  kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Keuangan, yang digagas oleh Bapak Koperasi kita, yaitu Drs. Muh. Hatta. Para guru diberikan pemahaman bagaimana cara menarik siswa-siswanya untuk mau menabung. Bagaimana mengelola uang tabungan siswa-siswanya. Bagaimana prosedur menjalin kerjasama antara sekolah dengan bank. Pada hal waktu itu, belum banyak berdiri lembaga perbankan seperti sekarang ini. Sarana transportasi dan teknologi belum secanggih saat ini. Tetapi pihak pengelola sekolah dengan rasa tanggungjawab yang besar melaksanakan program ini. Dengan menunjuk beberapa guru agar sadar memupuk semangat para siswa untuk hidup hemat dan sederhana, melalui kegiatan menabung. Para guru pun dengan semangat yang tinggi bersedia untuk mengelola tabungan siswa dan menjalinrelasi dengan bank cukup berhasil.

            Tidak hanya itu, sebagian besar siswa waktu itu jarang yang diberi uang saku oleh orangtuanya. Maklum, era tahun 70-an merupakan masa ekonomi sulit. Tetapi mengapa mereka bisa menabung uang, walaupun nominalnya tergolong kecil ? Tak bisa dipungkiri, siswa era 70-an sudah memiliki karakter hidup hemat, sederhana, dan berwawasan ke depan. Mereka juga pintar mengatur waktu, kapan belajar dan kapan bekerja agar memperoleh uang secara halal. Lebih-lebih para siswa yang tinggal di daerah pedesaan. Mereka bersedia menjadi buruh tani di luar waktu belajarnya. Dari kegiatan bekerja, mereka mendapatkan upah. Upah yang diperoleh itulah lalu sebagian atau semuanya ditabung di sekolah.

            Pengambilan uang tabungan melalui sekolah, hanya boleh dilakukan saat kenaikan kelas atau kelulusan. Yang menarik, walaupun memiliki uang dari hasil tabungannya,  setelah naik kelas atau lulus, para siswa waktu itu tidak serta merta menggunakannya  untuk berhura-hura. Misalnya : jajan, membeli sesuatu barang yang kurang berguna, berwisata. Tidak sedikit para siswa khususnya di daerah pedesaan , setelah menerima uang tabungannya di sekolah lalu dibelikan binatang piaraan yang mengahsilkan. Misalnya: ayam, itik, merpati, kambing. Secara tidak langsung mereka belajar berwiraswasta secara sederhana sambil belajar menekuni pelajaran yang mereka terima dari guru-gurunya. Singkatnya, para siswa merasa beruntung banyak dengan uang tabungannya ini.

            Tetapi mengapa program tersebut tidak lestari hingga kini ? Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Dari pengelola sekolah, merasa tambah beban tanggungjawab dan menganggap kegiatan mengelola tabungan siswa bukan merupakan salah satu tugas dan kewenangannya. Jika melaksanakan program ini, jelas harus menunjuk beberapa orang guru untuk bersedia mengelolanya secara suka rela. Maka jarang sekali ada seorang guru yang bersedia ditugasi untuk mengelola tabungan keuangan siswa serta menjalin relasi dengan lembaga perbankan. Di sisi lain, guru sudah merasa berat dengan beban tugas dan tanggungjawabnya. Kebanyakan merasa sudah tidak ada waktu untuk mengelola program semacam ini.

            Lembaga pendidikan lebih mengutamakan pencapaian prestasi akademis dibandingkan pendidikan karakter para siswanya. Pandangan yang bersifat sempit ini didasari oleh kekawatiran, jika prestasi akademis para siswanya tidak maksimal, maka akan tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah.

            Alasan tidak ada waktu bagi guru yang dipercaya untuk mengelola uang tabungan siswa sebenarnya tidak mendasar. Tugas seorang guru jaman era 70-an dengan jaman sekarang tidak jauh bedanya. Malah guru jaman dulu sangat terbatas akan sarana dan prasarana. Kebanyakan alat transportasi guru adalah sepeda onthel. Jarang yang memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Alat komunikasi dan teknologi informatika sangat terbatas dan masih langka. Tetapi kenyataannya bisa meluangkan waktu mengelola uang tabungan para siswanya. Dengan penuh rasa tanggungjawab mengantarkan uang tabungan para siswanya ke bank yang jauh tempatnya. Kredibilitas para guru sungguh luar biasa, walaupun dengan gaji yang tergolong rendah dibandingkan jaman sekarang. Seorang guru bisa memperoleh paling sedikit tiga jenis tunjangan.

            Sedangkan untuk saat ini, fasilitas transportasi , komunikasi, dan teknologi informatika yang bisa digunakan para guru telah memadai. Kantor-kantor bank, baik milik pemerintah maupun yang dikelola oleh swasta , yang dimungkinkan bisa diajak kerjasama tidak jauh lokasinya dengan sekolah. Jika akan melakukan transaksi tidak banyak membutuhkan waktu dan tenaga. Bahkan ada petugas bank yang bersedia dipanggil datang di sekolah untuk melayani transaksi uang tabungan dari warga sekolah tersebut.

            Kalaupun mungkin, pengelola sekolah bisa menjalin kerjasama dengan pihak bank agar membuka counter di sekolah dengan agenda khusus yang tidak mengganggu aktivitas belajar mengajar. Misalnya jam, hari, minggu sudah ditentukan. Dengan demikian, secara tidak langsung juga melatih para siswa untuk membuat perencanaan waktu yang tepat dan uangnya yang akan menabungkan di bank

            Dari faktor siswa, memang sulit untuk membiasakan diri memiliki sikap hidup hemat dan sederhana dengan cara menabung. Akan tetapi jika seorang guru mampu memberikan pemahaman dan pencerahan akan tujuan dan manfaat menabung, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan, bisa diyakini para siswa akan tertarik dan mau menyisihkan uang sakunya untuk ditabung. Lebih-lebih, sebagian besar siswa sekarang jika ke sekolah diberi uang saku oleh orangtuanya.  Sementara beberapa pemerintah kota / kabupaten sekarang telah memberlakukan SPP gratis bagi siswa SD, SMP, dan SMA. Dengan demikian, para siswa tidak akan banyak mempergunakan uang sakunya untuk kepentingan pemenuhan pembelian alat / sarana kegiatan belajarnya di sekolah. Suatu kesempatan yang baik apabila para pengelola sekolah mampu mengadakan pendekatan kepada para siswa untuk mengalihkan sebagian uang sakunya untuk ditabung secara bersama-sama di bank dan menyediakan diri untuk mengelola uang tabungan itu bekerjasama  dengan lembaga perbankan, baik negeri maupun swasta.

            Untuk saat ini jika ada seorang siswa memiliki uang tabungan di bank, kebanyakan bukan atas namanya sendiri. Melainkan atas nama orang tuanya. Dengan demikian, salah seorang siswa kurang memiliki motivasi untuk menabung. Terlebih yang ditabung dari sebagian uang sakunya sendiri. Siswa kurang memiliki keleluasaan untuk mengambil uang tabungannya di bank. Singkatnya siswa kurang “handarbeni” uang tabungannya. Hal ini memberikan dampak pada karakter hidup hemat, sederhana, disiplin sesuai dengan tujuan menabung.

            Sebagian besar orangtua pun kurang menaruh perhatian khusus terhadap karakter anak-anaknya akan pembiasaan hidup hemat, sederhana, dan disiplin. Ada unsure kurang mempercayai anak-anaknya. Hal ini pun mencerminkan jika orangtua kurang memikirkan masa depan anak-anaknya. Terbukti, jika waktu kenaikan kelas, kelulusan, mencari sekolah baru dan kenyataannya membutuhkan uang, banyak orangtua yang merasa bingung, harus mencari uang dari mana.

            Bagaimana jika Gerakan Siswa Menabung digalakkan lagi ? Bisa diyakini karakter hidup sederhana , hemat dan disiplin para siswa akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Mereka memiliki kesadaran dan harapan yang tinggi  akan hidupnya di masa  yang akan datang. Dengan kata lain, mereka akan memliki pandangan yang positif ke masa depan yang cerah dan lebih baik. Para siswa akan focus memikirkan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Yakni belajar. Para siswa tidak terkena imbas dari permasalahan ekonomi keluarga.

            Jika orang tua siswa dilibatkan untuk menyusun perencanaan dan pengelolaan, misalnya melalui Komite Sekolah. Para orangtua pun pasti banyak yang bersedia memberikan dukungan dan perhatian penuh kepada pengelola sekolah jika memiliki program menabung bagi anak-anaknya.  Sebagian besar orang tua siswa sekarang memiliki kesadaran bahwa, motivasi menyekolahkan anak-anaknya tidak hanya memiliki kecakapan lebih di bidang akademis. Akan tetapi juga mampu memiliki karakter yang bisa dijadikan landasan hidup di waktu yang akan datang. Lebih-lebih mereka mengerti bahwa tabungan uang anaknya dikelola oleh lembaga yang bisa dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

            Dari masyarakat pun akan terbantu perekonomiannya. Uang tabungan siswa di bank bisa dimobilisasikan dan diberdayakan kepada masyarakat untuk dipinjamkan sebagai modal mengembangkan usahanya. Khusus dari lembaga perbankan bisa merasa bangga karena mampu menjalankan peran dan tugasnya sebagai motor penggerak ekonomi rakyat. Secara tidak langsung juga berperan aktif  dalam proses pendidikan karakter para siswa, memalui pembiasaan hidup hemat, sederhana, dan disiplin dengan cara menabung di bank.

            Jika program Gerakan Siswa Menabung ini dapat dilaksanakan di kawasan Solo Raya (Kodya Surakarta, Kab. Boyolali, Kab. Karanganyar, Kab. Klaten, Kab. Sragen, Kab. Sukoharjo, Kab. Wonogiri), maka Pemerintahan Solo Raya akan menjadi pelopor dan penggerak ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan masyarakat sekolah, khususnya para siswa, yang kemungkinan akan ditiru oleh daerah-daerah lain. Yang secara tidak langsung melaksanakan pendidikan karakter para siswa melalui pola hidup hemat, sederhana, dan disiplin.


            Berdasarkan data jumlah siswa per jenjang pendidikan dari Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah tahun 2011/2012, adalah sebagai berikut:

1.     Taman Kanak-Kanak

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
3
287
390
12,431
2
Kab. Boyolali
1
380
381
15,864
3
Kab. Karanganyar
3
487
490
17,196
4
Kab. Klaten
1
910
911
17,196
5
Kab. Sragen
4
541
545
17,178
6
Kab. Sukoharjo
3
335
338
9,682
7
Kab. Wonogiri
19
487
508
12,479

JUMLAH
34
3.427
3.461
102.026


2.     Raudatul Atfal

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
-
-
5
686
2
Kab. Boyolali
-
-
407
12.147
3
Kab. Karanganyar
-
-
64
3578
4
Kab. Klaten
-
-
100
14.765
5
Kab. Sragen
-
-
58
4.304
6
Kab. Sukoharjo
-
-
167
7335
7
Kab. Wonogiri
-
-
18
2.031

JUMLAH


819
44.846

3.     Sekolah Dasar

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
193
69
262
64,658
2
Kab. Boyolali
562
14
576
81,095
3
Kab. Karanganyar
477
15
492
75,715
4
Kab. Klaten
766
46
812
108,171
5
Kab. Sragen
565
15
580
85,433
6
Kab. Sukoharjo
466
12
478
66,031
7
Kab. Wonogiri
783
19
802
89,906

JUMLAH
3.812
190
4.002
571.009




4.     MI

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
1
2
3
630
2
Kab. Boyolali
12
190
202
21.320
3
Kab. Karanganyar
3
56
59
5.792
4
Kab. Klaten
3
70
73
6.994
5
Kab. Sragen
9
60
69
6.837
6
Kab. Sukoharjo
6
65
71
8.328
7
Kab. Wonogiri
2
38
40
3.442

JUMLAH
36
481
517
53.343

5.     SMP

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
27
47
74
34,122
2
Kab. Boyolali
52
38
90
36,239
3
Kab. Karanganyar
50
26
76
33,923
4
Kab. Klaten
65
42
107
48,371
5
Kab. Sragen
48
39
87
36,973
6
Kab. Sukoharjo
41
21
62
28,554
7
Kab. Wonogiri
75
39
114
40,982

JUMLAH
358
252
610
259.164

6.     MTS

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
2
31
33
2.531
2
Kab. Boyolali
14
23
37
10.459
3
Kab. Karanganyar
6
17
23
4.132
4
Kab. Klaten
16
9
25
5.930
5
Kab. Sragen
8
15
23
6.226
6
Kab. Sukoharjo
4
10
14
5.988
7
Kab. Wonogiri
5
16
21
3.572

JUMLAH
55
121
176
37.838

7.     SMA

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
8
32
40
20.263
2
Kab. Boyolali
17
32
49
13.390
3
Kab. Karanganyar
12
6
18
9.390
4
Kab. Klaten
16
15
31
14.735
5
Kab. Sragen
11
14
25
10.587
6
Kab. Sukoharjo
9
10
19
10.475
7
Kab. Wonogiri
12
8
20
9.649

JUMLAH
85
117
202
88.486

8.     MA

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
2
5
7
2.041
2
Kab. Boyolali
4
5
9
1.924
3
Kab. Karanganyar
2
2
4
1.306
4
Kab. Klaten
3
3
6
1.341
5
Kab. Sragen
3
3
6
1.257
6
Kab. Sukoharjo
1
3
4
1.029
7
Kab. Wonogiri
1
4
5
555

JUMLAH
16
25
41
9.453

9.     SMK

NO
KAB/KOTA
NEGERI
SWASTA
JUMLAH
JUMLAH SISWA
1
Kota Surakarta
9
38
47
23.004
2
Kab. Boyolali
9
25
34
14.778
3
Kab. Karanganyar
5
23
28
11.089
4
Kab. Klaten
10
42
52
26.217
5
Kab. Sragen
11
32
43
19.008
6
Kab. Sukoharjo
3
23
26
13.147
7
Kab. Wonogiri
5
33
38
15.686

JUMLAH
52
216
268
122.929


            Seandainya program Gerakan Siswa Menabung dilaksanakan, dengan asumsi kasar  (pencapaian target) berdasarkan jenjang pendidikan  per siswa, akan diperoleh data dalam table:

NO
JENJANG PENDIDIKAN
JUMLAH SISWA
TARGET (RP) TABUNGAN
PERKIRAAN (RP) TABUNGAN
1
TK dan RA
146872
4.000
587.488.000
2
SD dan MI
624.352
5.000
3.121.760.000
3
SMP dan MTS
297.002
7.500
2.227.515.000
4
SMA , MA dan SMK
2.208.668
10.000
22.086.680.000

JUMLAH


28.023.443.000

Jika masing-masing jenjang pendidikan , setiap siswa TK dan RA, masing-masing ditarget mampu menabung Rp 4.000 / bulan x 146872 orang = Rp 587.488.000. Jika setiap siswa SD dan MI, masing-masing ditarget mampu menabung Rp 5.000 / bulan x 624.352 orang = Rp 3.121.760.000. Jika setiap siswa SMP dan MTS, masing-masing ditarget mampu menabung Rp 7.500 / bulan x 297.002 orang = Rp 2.227.515.000, Dan jika masing-masing siswa SMA, MA, dan SMK masing-masing ditarget mampu menabung Rp 10.000 / bulan x 2.208.668=Rp 22.086.680.000

            Dengan demikian dalam satu bulan, uang tabungan siswa yang masuk ke bank dan siap dimobilisasikan ke masyarakat Rp 28.023.443.000 (Dua puluh delapan milyard dua puluh tiga juta empat ratus empat puluh tiga ribu rupiah). Suatu pemasukan yang fantastis bagi kelangsungan perekonomian masyarakat Solo Raya.

            Hal tersebut belum ditambah siswa dari Kelompok Bermain, PAUD, SDLB, SMPLB, SMALB, SMP Terbuka, SMA Terbuka, dan para siswa dari Lembaga Pendidikan Non formal lainnya. Jika semua yang berstatus sebagai pelajar dilibatkan, maka dana yang dijaring akan lebih banyak lagi.

            Jadi untuk menggali sumber dana sebagai modal pembangunan, sebenarnya tidak perlu mencari “pinjaman”  dengan prosedur, tanggungan, dan bunga yang rumit dan sulit.  Akan tetapi bisa kita gali dengan memberdayakan sumber daya manusia yang ada. Salah satunya para siswa sekolah (pelajar). Tidak hanya menggali sumber dana sebagai modal, akan tetapi dengan memberdayakan  atau melibatkan para siswa sekolah, secara tidak langsung ikut serta dalam upaya pembangunan karakter asset bangsa yang tidak dapat terukur nilainya.

            Permasalahan yang mungkin muncul adalah, bagaimana mekanisme jalinan birokrasi antara dinas yang terkait, yakni Dinas Pendidikan dan Lembaga Perbankan ? Perlu adanya keterlibatan perencanaan , pelaksanaan, dan evaluasi dari para ahli ekonomi / perbankan, lembaga pendidikan / akademisi, dan lembaga terkait lainnya.

            Masalah teknis di lapangan nanti, pihak pengelola sekolah (jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/SMK) bisa menunjuk, menugaskan, mempercayai beberapa orang siswa untuk mengelola pelaksanaan program ini. Yang sebelumnya dibina dan dilatih melalui pendidikan khusus. Sekaligus melatih mereka agar mampu mengelola keuangan dengan baik dan benar. Tentu saja perlu adanya pengawasan dan bimbingan dari guru dan tenaga ahli lainnya yang bisa dipertanggungjawabkan. Bukankah di sekitar sekolah sekarang sudah terdapat kantor-kantor perwakilan bank yang bisa diajak bekerjasama.

            Tidak mengganggu proses kegiatan belajar para siswa pelaksanaan Gerakan Siswa Menabung ini ? Asal direncanakan dengan baik dan benar, proses belajar siswa tidak akan terganggu. Saat ini hampir semua perwakilan bank menyediakan waktu untuk melayani nasabah sampai pukul 16.00 WIB. Sementara, rata-rata para siswa belajar di sekolah sampai pukul 13.00 WIB. Dengan demikian masih ada waktu bagi siswa yang dipercaya untuk melakukan transaksi / menjalin relasi dan menabungkan uang di bank terdekat.

            Dari pihak bank pun dirasa tidak akan banyak mengalami masalah. Tidak dirugikan dan malah diuntungkan. Untuk kelancaran pelayanan tabungan siswa, bisa dilakukan secara kolektif oleh pengelolah sekolah atau kelompok kerja (team work) yang diberi tugas dan tanggungjawab mengelola uang tabungan siswa. Sedangkan dari pihak bank tinggal mengambil atau menerima tanpa melalui proses administrasi yang rumit dan membutuhkan banyak waktu maupun tenaga. Bisa juga dari pihak bank mengeluarkan buku khusus untuk pelajar, sehingga setiap pelajar bisa memiliki motivasi dari dalam diri sendiri melakukan dan mengalami kegiatan menabung di bank sendiri-sendiri. Kegiatan ini akan menjadi suatu pembiasaan (pendidikan karakter) yang sekarang sangat digalakkan oleh Dinas Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar