PENTINGNYA PENCINTRAAN
PRAMUKA
Oleh: A. Sardi
Di era tahun 70-an, banyak kita temui
anak-anak muda, khususnya para siswa dengan bangganya berpakaian Pramuka. Lebih
membanggakan lagi jika di beberapa bagian bajunya banyak terpasang atribut,
sebagai lambang dan bukti bahwa mereka telah mengikuti suatu kegiatan tertentu.
Atribut tersebut juga sebagai tanda bahwa mereka telah menguasai suatu
kecakapan atau keterampilan tertentu. Dengan pakaian seragam Pramuka yang corak
dan warnanya sama, sulit dibedakan suku, ras, agama, dan golongannya. Mereka
memliki kedudukan yang sama.
Memakai
pakaian Pramuka tidak hanya merupakan suatu kebanggaan, tetapi si pemakaianya
sungguh dijiwai oleh jiwa Pramuka, yaitu patriot
dan kesatria. Hal ini tercermin dari sikap, perilaku dan juga tutur
katanya. Jika di suatu tempat ada kejadian yang membutuhkan pertolongan, dan di
situ ada orang yang berpakaian Pramuka, orang tersebut pasti tidak mau
berpangku tangan. Hal ini menunjukkan
bahwa jiwa solider dan kegotongroyongan sungguh tertanam dalam hati setiap
anggota Pramuka.
Tampak
jelas ketika dilaksanakan kegiatan upacara bendera. Para peserta upacara yang
mengenakan pakaian Pramuka bisa dipastikan berbaris dengan tegap dan rapi.
Secara khusus ketika bendera merah putih dikibarkan, mereka akan menghormat
dengan penuh khitmad. Ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan, mereka
dengan penuh semangat menyanyikannya. Gambaran jelas, bahwa anggota Pramuka
sangat menjunjung tinggi semangat para pejuang pendahulu, yang sudah mengorbankan
diri demi tercapainya kemerdekaan negara ini. Mereka sadar, dengan sikapnya
yang demikian ini, berarti juga menghormati jasa pendahulunya. Selain itu,
mereka juga menunjukkan jiwa nasionalisme yang tinggi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjiwai makna alat
pemersatu bangsa, seperti bendera merah putih dan lagu kebangsaan
Indonesiaraya.
Kegiatan
Pramuka yang di selenggarakan di sekolah seminggu sekali, sungguh diminati dan
dinanti saatnya tiba. Jika suatu sekolah menyelenggarakan latihan Pramuka, bisa
dipastikan banyak yang datang. Mereka yang berhalangan datang, akan merasa rugi
dan ketinggalan. Latihan Pramuka dirasakan sesuatu kegiatan yang menarik dan
menyenangkan. Pertemuan antara Pembina Pramuka dan anggota Pramuka, merupakan
sesuatu yang merindukan. Di dalam latihan terjadi interaksi antara Pembina
Pramuka sebagai Kakak, sedangkan
siswa berperan sebagai Adik. Sistem
yang digunakan dalam berlatih adalah menerapkan sistem “kakak – adik”. Sistem demikian dikenal dengan sistem among.
Di
manapun berada, jika seseorang berpakaian Pramuka bertemu dengan orang lain
yang juga mengenakan pakaian Pramuka, walaupun belum saling mengenal, terjadi
saling sapa dengan ucapan salam yang khas, yaitu “Salam Pramuka !” Hal ini menunjukkan bahwa di antara sesama anggota
Pramuka terjalin keakraban, kesetiakawanan, persaudaraan, keramahan.
Setiap
hari Sabtu dan Minggu, terlebih saat hari liburan sekolah, banyak anggota
Pramuka berduyun-duyun membawa alat-alat perlengkapan berkemah yang sederhana secara
gotong royong. Mereka beramai-ramai mengisi liburan dengan berkemah untuk
menempa kecerdasan, ketangkasan, keterampilan, kemandirian, kedisiplinan,
kecintaan terhadap sesama dan alam.
Kegiatan
berkemah dikemas dalam suatu permaianan atau perlombaan yang mendidik ,
menyenangkan, dan menantang. Tak heran walau menjalani berkemah selama tiga
hari dan melakukan berbagai kegiatan mandiri, terasa sangat singkat. Bahkan tak
jarang yang ingin memperpanjang waktu berkemahnya. Mereka begitu asyik dan
menghayati kegiatan berkemah ini. Sehabis mengikuti perkemahan pun, mereka
melaksanakan aktivitas keseharian dengan semangat disiplin dan tanpa mengenal
rasa lelah.
Jika
di suatu tempat terjadi bencana atau kesulitan, bisa diharapkan di situ pasti
ada anggota Pramuka yang bergerak dan berperan sesuai dengan kemampuannya.
Mereka bekerja dengan tulus hati, tidak mengharapkan imbalan, tidak ada yang
menyuruh. Malah terkadang harus berani merelakan diri untuk berkorban demi
sesamanya yang menderita. Dalam usahanya membantu orang lain, mereka tidak
memandang suku, agama, golongan, dan statusnya.
Tetapi
apa yang terjadi sekarang ?
Banyak
orang (terutama siswa sekolah) memakai pakaian Pramuka secara asal-asalan.
Bahkan seakan-akan mereka terpaksa mau memakainya. Terlebih yang harus
dipasangi beberapa atribut khas Pramuka. Pakaian beserta atribut Pramuka
dianggapnya “ndesa” atau tidak
modern. Mereka tidak tahu (tidak mau tahu) makna seragam dan atribut Pramuka.
Berpakaian
Pramuka dirasakan kurang memberikan peluang kebebasan. Bahkan jika terjadi
sesuatu yang membutuhkan pertolongan, sedangkan seseorang saat itu berpakaian
Pramuka, tak segan-segannya melepas baju dan menggantinya dengan pakaian lain.
Bukan berusaha menolong, akan tetapi berusaha “melarikan diri” sebagai anggota Pramuka. Singkatnya, mereka lebih
senang berpakaian selain berpakaian seragam Pramuka.
Lebih
disayangkan lagi, banyak siswa berpakaian Pramuka melakukan perbuatan yang
tidak senonoh. Seperti tawuran, merampok, mencuri. Mereka tidak sadar bahwa
melakukan kegiatan kejahatan demikian tersebut sebenarnya mencoreng harkat dan
martabat Gerakan Pramuka.
Jika
di suatu sekolah ada kegiatan Pramuka, bisa dihitung dengan jari tangan, berapa
yang secara aktif mengikutinya dengan penuh rasa tanggungjawab dan disiplin.
Banyak siswa yang memilih kegiatan lain, yang kenyataannya kurang memberikan
tantangan untuk berkembang. Menurut mereka, kegiatan Pramuka “kuno”, karena hanya “bermain, tepuk dan nyanyi”.
Kondisi
demikian ini belum diperparah dengan adanya Pembina Pramuka, yang sebagian
besar kurang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam hal
Kepramukaan. Pembina Pramuka yang berperan sebagai “kakak” dan seharusnya menjadi figur bagi adik-adiknya, justru
tidak bisa dijadikan sebagai contoh. Tidak bisa “ngemong” adik-adiknya. Hal
ini disebabkan kurangnya semangat Pembina Pramuka untuk memperkaya pengetahuan,
sikap, dan keterampilan sebagai modal menjadi seorang Pembina Pramuka yang
berkualitas. Yang memprihatinkan lagi, bersedia menjadi Pembina Pramuka apabila
mendapat gaji tunjangan yang sesuai dengan pekerjaannya.
Salam
kebesaran Pramuka tidak pernah lagi terdengar gaungnya. Sesama Pramuka tidak
saling kenal, tidak tercermin sikap persaudaraan. Bahkan pernah terjadi
perkelahian atau tawuran antar sesama anggota Pramuka.
Hari
Minggu dan hari libur lainnya jarang yang diisi dengan kegiatan berkemah.
Mereka lebih senang berlibur dengan kegiatan yang lebih menarik dan
menyenangkan. Misalnya dengan berwisata, bermain internet, pergi ke pusat-pusat
keramaian di kota.
Singkatnya,
jika suatu sekolah mengadakan acara perkemahan, beberapa siswa beralasan untuk
tidak ikut berkemah. Mereka lebih memilih kegiatan yang bersifat hura-hura.
Yang banyak mengeluarkan waktu dan uang. Mereka kurang memiliki sikap hidup hemat
dan sederhana. Kalaupun ada aturan bahwa kegiatan perkemahan merupakan kegiatan
wajib, mereka pasti membawa perlengkapan berkemah yang serba mengenakkan
dirinya sendiri. Misalnya, membawa kompor gas, membawa bekal makanan yang siap
saji (instan), minuman yang segar. Jelas di sini, bahwa mereka kurang memiliki
daya juang yang tinggi.
Tempat-tempat (bumi perkemahan dan
sanggar / gubug Pramuka) yang dulu dijadikan
ajang kegiatan Pramuka saat liburan,
sekarang sepi. Bahkan sering disalah gunakan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Karena tidak adanya aktivitas di tempat
– tempat tersebut, beberapa pihak menilai, tempat tersebut tidak mengahsilkan
apa-apa. Wajar bila tempat ajang kegiatan Pramuka sekarang beralih fungsi.
Mau
dibawa ke mana Gerakan Pramuka sekarang dan yang akan datang ? Relakah
insan-insan yang berjiwa Pramuka tinggi, menyaksikan nilai-nilai dan semangat
Pramuka lenyap dari peredaran ditelan bumi ?
Gerakan Pramuka sebagai gerakan
independen, yang tidak beraviliasi dengan organisasi apapun. Gerakan Pramuka
yang memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan non formal, di luar sekolah dan
di luar keluarga, dan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda
berlandaskan Sistem Among dengan menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan. Metode
Kepramukaan, dan Motto Gerakan Pramuka yang pelaksanaannnya disesuaikan dengan
keadaan, kepentingan, dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia.
Gerakan Pramuka merupakan organisasi
pendidikan yang anggotanya bersifat sukarela, tidak membedakan suku, ras,
golongan, dan agama. Organisasi ini bukan organisasi sosial – politik, bukan
bagian dari salah satu organisasi kekuatan sosial – politik dan tidak
menjalankan kegiatan politik praktis. Gerakan Pramuka yang merupakan pendidikan
non formal ini menjamin kemerdekaan tiap-tiap anggotanya untuk memeluk agama
dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu.
Gerakan Pramuka yang mendunia, karena
hampir di setiap negara ada. Gerakan Pramuka yang memiliki tujuan mendidik dan
membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan mental, moral, spiritual,
emosional, intelektual, dan fisiknya. Sehingga menjadi manusia yang
berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur, menjadi warga Negara
Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi warga masyarakat yang baik dan
berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian
terhadap sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal, nasional, maupun
internasional. Kiranya harus tetap dijaga kelestariannya.
Salah satu usaha yang mungkin bisa
mengembalikan keberadaan Gerakan Pramuka adalah dengan pencitraan Gerakan Pramuka itu sendiri. Yakni dengan mensosialisasikan kembali nilai-nilai dan semangat
Gerakan Pramuka. Dengan mengubah paradigma kaum muda yang terlalu skeptis
terhadap Gerakan Pramuka saat ini untuk semakin mau mempelajari nilai dan
semangat Pramuka itu.
Gerakan pencitraan bisa digalang dari
tataran organisasi Gerakan Pramuka yang paling bawah, yaitu di tingkat Satuan Gugus Depan yang berpangkalan di
setiap jenjang pendidikan formal. Yakni dari TK sampai Perguruan Tinggi.
Pengelola sekolah formal harus menyelenggarakan kegiatan Pramuka dengan program
yang berkualitas, yang akhirnya bisa mengembalikan citra Pramuka. Salah satunya
dengan memilih Pembina Pramuka yang berkompeten di bidang Kepramukaan. Jika
suatu jenjang pendidikan formal, belum terdapat Pembina Pramuka yang
berkompeten, kewenangan pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan
untuk calon Pembina Pramuka.
Tidak hanya sebatas mempersiapkan tenaga
Pembina Pramuka yang berkompeten. Pemerintah juga harus menganggarkan dana
penunjang untuk terselenggaranya suatu kegiatan Gerakan Pramuka yang
berkualitas. Dengan tersedianya sarana penunjang kegiatan Gerakan Pramuka yang
mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka, bisa diyakini bahwa
Gerakan Pramuka akan memiliki daya tarik dan daya pikat bagi siapa saja untuk
mengikuti Gerakan Pramuka ini.
Agar nilai dan semangat yang
diperjuangkan oleh Gerakan Pramuka dipahami oleh masyarakat, pemerintah juga
harus memiliki program untuk mensosialisasikan kepada masyarakat. Terlebih
kepada para orang tua yang memiliki anak dan menjadi anggota Pramuka, agar
mendukung dan mendorong anak-anaknya tekun berlatih Pramuka.
Proses sosialisasi Gerakan Pramuka bisa
melalui jalur Gerakan Pramuka yang ada. Di tingkat Kecamatan dengan Kwartir
Ranting. Di tingkat Kabupaten / Kota Madya dengan Kwartir
Cabang. Di tingkat Provinsi dengan Kwartir
Daerah. Dan di tingkat Nasional dengan Kwarir
Nasional-nya. Bukankah struktur oragnisasi Gerakan Pramuka sudah tertata dan
terkelola dengan baik ?
Mudah-mudahan di usianya yang lanjut ini, Gerakan Pramuka Indonesia saat ini mau dan
mampu mengembalikan dan membangun citranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar