Kamis, 14 April 2016

PENTINGNYA PENCINTRAAN PRAMUKA



PENTINGNYA PENCINTRAAN PRAMUKA
Oleh: A. Sardi
Di era tahun 70-an, banyak kita temui anak-anak muda, khususnya para siswa dengan bangganya berpakaian Pramuka. Lebih membanggakan lagi jika di beberapa bagian bajunya banyak terpasang atribut, sebagai lambang dan bukti bahwa mereka telah mengikuti suatu kegiatan tertentu. Atribut tersebut juga sebagai tanda bahwa mereka telah menguasai suatu kecakapan atau keterampilan tertentu. Dengan pakaian seragam Pramuka yang corak dan warnanya sama, sulit dibedakan suku, ras, agama, dan golongannya. Mereka memliki kedudukan yang sama.
            Memakai pakaian Pramuka tidak hanya merupakan suatu kebanggaan, tetapi si pemakaianya sungguh dijiwai oleh jiwa Pramuka, yaitu patriot dan kesatria. Hal ini tercermin dari sikap, perilaku dan juga tutur katanya. Jika di suatu tempat ada kejadian yang membutuhkan pertolongan, dan di situ ada orang yang berpakaian Pramuka, orang tersebut pasti tidak mau berpangku tangan.  Hal ini menunjukkan bahwa jiwa solider dan kegotongroyongan sungguh tertanam dalam hati setiap anggota Pramuka.
            Tampak jelas ketika dilaksanakan kegiatan upacara bendera. Para peserta upacara yang mengenakan pakaian Pramuka bisa dipastikan berbaris dengan tegap dan rapi. Secara khusus ketika bendera merah putih dikibarkan, mereka akan menghormat dengan penuh khitmad. Ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan, mereka dengan penuh semangat menyanyikannya. Gambaran jelas, bahwa anggota Pramuka sangat menjunjung tinggi semangat para pejuang pendahulu, yang sudah mengorbankan diri demi tercapainya kemerdekaan negara ini. Mereka sadar, dengan sikapnya yang demikian ini, berarti juga menghormati jasa pendahulunya. Selain itu, mereka juga menunjukkan jiwa nasionalisme yang tinggi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menjiwai makna alat pemersatu bangsa, seperti bendera merah putih dan lagu kebangsaan Indonesiaraya.
            Kegiatan Pramuka yang di selenggarakan di sekolah seminggu sekali, sungguh diminati dan dinanti saatnya tiba. Jika suatu sekolah menyelenggarakan latihan Pramuka, bisa dipastikan banyak yang datang. Mereka yang berhalangan datang, akan merasa rugi dan ketinggalan. Latihan Pramuka dirasakan sesuatu kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Pertemuan antara Pembina Pramuka dan anggota Pramuka, merupakan sesuatu yang merindukan. Di dalam latihan terjadi interaksi antara Pembina Pramuka sebagai Kakak, sedangkan siswa berperan sebagai Adik. Sistem yang digunakan dalam berlatih adalah menerapkan sistem “kakak – adik”. Sistem demikian dikenal dengan sistem among.
            Di manapun berada, jika seseorang berpakaian Pramuka bertemu dengan orang lain yang juga mengenakan pakaian Pramuka, walaupun belum saling mengenal, terjadi saling sapa dengan ucapan salam yang khas, yaitu “Salam Pramuka !” Hal ini menunjukkan bahwa di antara sesama anggota Pramuka terjalin keakraban, kesetiakawanan, persaudaraan, keramahan.
            Setiap hari Sabtu dan Minggu, terlebih saat hari liburan sekolah, banyak anggota Pramuka berduyun-duyun membawa alat-alat perlengkapan berkemah yang sederhana secara gotong royong. Mereka beramai-ramai mengisi liburan dengan berkemah untuk menempa kecerdasan, ketangkasan, keterampilan, kemandirian, kedisiplinan, kecintaan terhadap sesama dan alam.
            Kegiatan berkemah dikemas dalam suatu permaianan atau perlombaan yang mendidik , menyenangkan, dan menantang. Tak heran walau menjalani berkemah selama tiga hari dan melakukan berbagai kegiatan mandiri, terasa sangat singkat. Bahkan tak jarang yang ingin memperpanjang waktu berkemahnya. Mereka begitu asyik dan menghayati kegiatan berkemah ini. Sehabis mengikuti perkemahan pun, mereka melaksanakan aktivitas keseharian dengan semangat disiplin dan tanpa mengenal rasa lelah.
            Jika di suatu tempat terjadi bencana atau kesulitan, bisa diharapkan di situ pasti ada anggota Pramuka yang bergerak dan berperan sesuai dengan kemampuannya. Mereka bekerja dengan tulus hati, tidak mengharapkan imbalan, tidak ada yang menyuruh. Malah terkadang harus berani merelakan diri untuk berkorban demi sesamanya yang menderita. Dalam usahanya membantu orang lain, mereka tidak memandang suku, agama, golongan, dan statusnya.
            Tetapi apa yang terjadi sekarang ?
            Banyak orang (terutama siswa sekolah) memakai pakaian Pramuka secara asal-asalan. Bahkan seakan-akan mereka terpaksa mau memakainya. Terlebih yang harus dipasangi beberapa atribut khas Pramuka. Pakaian beserta atribut Pramuka dianggapnya “ndesa” atau tidak modern. Mereka tidak tahu (tidak mau tahu) makna seragam dan atribut Pramuka.
            Berpakaian Pramuka dirasakan kurang memberikan peluang kebebasan. Bahkan jika terjadi sesuatu yang membutuhkan pertolongan, sedangkan seseorang saat itu berpakaian Pramuka, tak segan-segannya melepas baju dan menggantinya dengan pakaian lain. Bukan berusaha menolong, akan tetapi berusaha “melarikan diri” sebagai anggota Pramuka. Singkatnya, mereka lebih senang berpakaian selain berpakaian seragam Pramuka.
            Lebih disayangkan lagi, banyak siswa berpakaian Pramuka melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Seperti tawuran, merampok, mencuri. Mereka tidak sadar bahwa melakukan kegiatan kejahatan demikian tersebut sebenarnya mencoreng harkat dan martabat Gerakan Pramuka.
            Jika di suatu sekolah ada kegiatan Pramuka, bisa dihitung dengan jari tangan, berapa yang secara aktif mengikutinya dengan penuh rasa tanggungjawab dan disiplin. Banyak siswa yang memilih kegiatan lain, yang kenyataannya kurang memberikan tantangan untuk berkembang. Menurut mereka, kegiatan Pramuka “kuno”, karena hanya “bermain, tepuk dan nyanyi”.
            Kondisi demikian ini belum diperparah dengan adanya Pembina Pramuka, yang sebagian besar kurang memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam hal Kepramukaan. Pembina Pramuka yang berperan sebagai “kakak” dan seharusnya menjadi figur bagi adik-adiknya, justru tidak bisa dijadikan sebagai contoh. Tidak bisa “ngemong” adik-adiknya. Hal ini disebabkan kurangnya semangat Pembina Pramuka untuk memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai modal menjadi seorang Pembina Pramuka yang berkualitas. Yang memprihatinkan lagi, bersedia menjadi Pembina Pramuka apabila mendapat gaji tunjangan yang sesuai dengan pekerjaannya.
            Salam kebesaran Pramuka tidak pernah lagi terdengar gaungnya. Sesama Pramuka tidak saling kenal, tidak tercermin sikap persaudaraan. Bahkan pernah terjadi perkelahian atau tawuran antar sesama anggota Pramuka.
            Hari Minggu dan hari libur lainnya jarang yang diisi dengan kegiatan berkemah. Mereka lebih senang berlibur dengan kegiatan yang lebih menarik dan menyenangkan. Misalnya dengan berwisata, bermain internet, pergi ke pusat-pusat keramaian di kota.
            Singkatnya, jika suatu sekolah mengadakan acara perkemahan, beberapa siswa beralasan untuk tidak ikut berkemah. Mereka lebih memilih kegiatan yang bersifat hura-hura. Yang banyak mengeluarkan waktu dan uang. Mereka kurang memiliki sikap hidup hemat dan sederhana. Kalaupun ada aturan bahwa kegiatan perkemahan merupakan kegiatan wajib, mereka pasti membawa perlengkapan berkemah yang serba mengenakkan dirinya sendiri. Misalnya, membawa kompor gas, membawa bekal makanan yang siap saji (instan), minuman yang segar. Jelas di sini, bahwa mereka kurang memiliki daya juang yang tinggi.
Tempat-tempat (bumi perkemahan dan sanggar / gubug Pramuka) yang dulu dijadikan ajang kegiatan Pramuka saat liburan, sekarang sepi. Bahkan sering disalah gunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Karena tidak adanya aktivitas di tempat – tempat tersebut, beberapa pihak menilai, tempat tersebut tidak mengahsilkan apa-apa. Wajar bila tempat ajang kegiatan Pramuka sekarang beralih fungsi.
            Mau dibawa ke mana Gerakan Pramuka sekarang dan yang akan datang ? Relakah insan-insan yang berjiwa Pramuka tinggi, menyaksikan nilai-nilai dan semangat Pramuka lenyap dari peredaran ditelan bumi ?
Gerakan Pramuka sebagai gerakan independen, yang tidak beraviliasi dengan organisasi apapun. Gerakan Pramuka yang memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan non formal, di luar sekolah dan di luar keluarga, dan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda berlandaskan Sistem Among dengan menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan. Metode Kepramukaan, dan Motto Gerakan Pramuka yang pelaksanaannnya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia.
Gerakan Pramuka merupakan organisasi pendidikan yang anggotanya bersifat sukarela, tidak membedakan suku, ras, golongan, dan agama. Organisasi ini bukan organisasi sosial – politik, bukan bagian dari salah satu organisasi kekuatan sosial – politik dan tidak menjalankan kegiatan politik praktis. Gerakan Pramuka yang merupakan pendidikan non formal ini menjamin kemerdekaan tiap-tiap anggotanya untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Gerakan Pramuka yang mendunia, karena hampir di setiap negara ada. Gerakan Pramuka yang memiliki tujuan mendidik dan membina kaum muda Indonesia guna mengembangkan mental, moral, spiritual, emosional, intelektual, dan fisiknya. Sehingga menjadi manusia yang berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur, menjadi warga Negara Republik Indonesia yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan, baik lokal, nasional, maupun internasional. Kiranya harus tetap dijaga kelestariannya.
Salah satu usaha yang mungkin bisa mengembalikan keberadaan Gerakan Pramuka adalah dengan pencitraan Gerakan Pramuka itu sendiri. Yakni dengan mensosialisasikan kembali nilai-nilai dan semangat Gerakan Pramuka. Dengan mengubah paradigma kaum muda yang terlalu skeptis terhadap Gerakan Pramuka saat ini untuk semakin mau mempelajari nilai dan semangat Pramuka itu.
Gerakan pencitraan bisa digalang dari tataran organisasi Gerakan Pramuka yang paling bawah, yaitu di tingkat Satuan Gugus Depan yang berpangkalan di setiap jenjang pendidikan formal. Yakni dari TK sampai Perguruan Tinggi. Pengelola sekolah formal harus menyelenggarakan kegiatan Pramuka dengan program yang berkualitas, yang akhirnya bisa mengembalikan citra Pramuka. Salah satunya dengan memilih Pembina Pramuka yang berkompeten di bidang Kepramukaan. Jika suatu jenjang pendidikan formal, belum terdapat Pembina Pramuka yang berkompeten, kewenangan pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk calon Pembina Pramuka.
Tidak hanya sebatas mempersiapkan tenaga Pembina Pramuka yang berkompeten. Pemerintah juga harus menganggarkan dana penunjang untuk terselenggaranya suatu kegiatan Gerakan Pramuka yang berkualitas. Dengan tersedianya sarana penunjang kegiatan Gerakan Pramuka yang mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan Gerakan Pramuka, bisa diyakini bahwa Gerakan Pramuka akan memiliki daya tarik dan daya pikat bagi siapa saja untuk mengikuti Gerakan Pramuka ini.
Agar nilai dan semangat yang diperjuangkan oleh Gerakan Pramuka dipahami oleh masyarakat, pemerintah juga harus memiliki program untuk mensosialisasikan kepada masyarakat. Terlebih kepada para orang tua yang memiliki anak dan menjadi anggota Pramuka, agar mendukung dan mendorong anak-anaknya tekun berlatih Pramuka.
Proses sosialisasi Gerakan Pramuka bisa melalui jalur Gerakan Pramuka yang ada. Di tingkat Kecamatan dengan Kwartir Ranting. Di tingkat Kabupaten / Kota Madya dengan Kwartir Cabang. Di tingkat Provinsi dengan Kwartir Daerah. Dan di tingkat Nasional dengan Kwarir Nasional-nya. Bukankah struktur oragnisasi Gerakan Pramuka sudah tertata dan terkelola dengan baik ?
Mudah-mudahan di usianya yang lanjut ini, Gerakan Pramuka Indonesia saat ini mau dan mampu mengembalikan dan membangun citranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar