PGTKI, PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI TK ?
Drs. A. Sardi
Sejak dihapusnya Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) yang menyiapkan tenaga Guru SD (spesialisasi) Guru SD
Matematika-IPA, Guru SD IPS-Bahasa, dan Guru TK di era tahun 80-an , dengan
alasan adanya tuntutan jaman dan kualitas out
put dinilai belum profesional sebagai guru, hingga saat ini pemerintah
belum menentukan penggantinya. Sementara di lapangan, sangat membutuhkan tenaga
guru (khususnya TK dan SD).
Kondisi tersebut berefek pula bagi
Perguruan Tinggi, khususnya IKIP yang membuka program Jurusan KTP (Kurikulum
dan Teknologi Pendidikan), yang secara umum mempersiapkan agar lulusannya
menjadi tenaga kependidikan / guru di SPG. Akibatnya banyak lulusan jurusan ini
yang menganggur.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan
penyelenggaraan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk “membuka” lembaga Taman Kanak-Kanak
(TK) Umum ,TK Islam, Kelompok Berbain
(KB), TK Alquran, Taman Penitipan Anak (TPA), maupun lembaga satuan PAUD sejenis
lainnya.
Dasar
penyelenggaraan itu adalah Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Ayat 3
tentang Pendidikan Taman Kanak Kanak yang merupakan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang bertujuan membantu anak didik mengembangkan
berbagai kemampuan psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial,
emosional, kemandirian, kognitif,
bahasa, motorik / fisik, dan seni untuk memasuki sekolah dasar. Ditegaskan pula
pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990, Bab I Pasal 1 Ayat 2, Pendidikan
Taman Kanak Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang
menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia dini, bagi anak usia empat
tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Sedangkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan Nasional, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD
baik non formal, formal, maupun informal di bawah binaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, Informal (Dijen PAUDINI), yang secara
teknis dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Berdasarkan
pentunjuk persyaratan mendirikan Taman Kanak-Kanak bagi Pemerinatah maupun
Swasta yang dikeluarkan oleh Plt.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (Hamid
Muhammad, Ph.d), sepertinya persyaratan tersebut sangat mudah dipenuhi oleh
pemerintah maupun pihak swasta. Terlebih persyaratan secara umum, persyaratan
sarana dan prasarana. pengajuan pendirian dan perijinan operasional, prinsip
penyelenggaraan dan pengelolaan administrasinya, dan persyaratan lainnya.
Hal
ini menunjukkan betapa perhatiannya pemerintah terhadap pendidikan anak usia
dini (TK dan PAUD), dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk menyelenggarakannya. Tidak hanya mempermudah ijin pendirian,
bahkan pemerintah pun berkenan memberikan sumbangan dana, pengadaan sarana dan
prasarana yang memadai. Nampaknya pemerintah akan berusaha meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan sejak berada di usia dini.
Yang menjadi masalahnya
adalah bagaimana dengan pengadaan guru TK ? Sedangkan saat ini hampir di
penjuru pelosok didirikan TK ? Lagi-lagi pemerintah kurang tanggap. Untuk memenuhi kebutuhan guru di TK, akhirnya
banyak berdiri PGTKI “karbitan” yang
menyediakan tenaga guru untuk TK. Disebut “karbitan” karena proses penyelenggaraannya kurang
memenuhi syarat penyelenggraan PGTKI yang profesional, karena dilaksanakan
dalam kurun waktu yang sangat terbatas, bahkan tidak ada bedanya dengan semacam
“lembaga kursus”, proses pemilihan calon
guru tidak melalui jalur seleksi secara akademis; hanya sekedar “ditunjuk bagi yang mau”. Latar belakang
sosial (usia) dan pendidikan pun tidak dipertimbangkan. Bahkan ada PGTKI yang
dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga pemerintah desa / kalurahan, yang nota bene bukan bidangnya. Jika berhasil menyelesaikan proses pendidikan
semacam ini, peserta mendapatkan sertifikat yang berhak mengajar di TK.
Dengan melihat
kenyataan di lapangan yang demikian itu, jelas bahwa kualitas out put PGTKI “karbitan” tersebut belum memliki dasar kemampuan sebagai guru TK.
Mungkinkah dalam kurun waktu yang sangat terbatas, seorang calon guru TK mampu
memahami tugas pokoknya, yaitu:
1.
Melaksanakan
pembelajaran yang mendidik yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK.
2.
Membimbing
anak-anak untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran agama.
3.
Membimbing
anak-anak untuk mengenal lingkungan, baik fisik maupun sosial, dan mengaitkannya
dengan keesaan dan kekuasaan Tuhan.
4.
Memberikan
contoh / teladan dalam bersikap dan berperilaku sesuai agamanya.
5.
Membina
hubungan baik dengan berbagai pihak untuk kelancaran dan keberhasilan
pendidikan di sekolah.
6.
Mengembangkan
diri secara terus menerus untuk meningkatkan profesionalismenya.
Secara khusus, sebagai
Guru TK harus menguasai bidang kajian:
1.
Karakteristik
anak usia TK dengan berbagai permasalahan dan cara pemecahannya.
2.
Program
pembelajaran di TK
3.
Subjek
materi yang diajarkan bagi anak-anak TK
4.
Lingkungan
hidup anak usia TK, baik fisik maupun sosial.
5.
Berbagai
perencanaan pembelajaran yang mungkin dilaksanakan di TK
6.
Proses
pengelolaan pembelajaran bagi anak usia TK
7.
Proses
perencanaan, pembuatan dan penggunaan media pembelajaran di TK
8.
Proses
perencanaan dan pelaksanaan evaluasi serta teknik pelaporannya.
9.
Kajian
tentang aqidah dan akhlak (etika) dalam ajaran agama
10. Metodologi
pembelajaran akhlak (etika) bagi anak usia TK
11. Teknik berkomunikasi /
berbahasa (Indonesia dan asing)
12. Teknik pengembangan
diri (personal dan profesional)
Mestinya
sebelum menyelenggarakan suatu lembaga pendidikan (TK dan PAUD), disiapkan dulu
tenaga pengajarnya (guru) yang profesional agar pelaksanaan pendidikan TK dapat
mencapai tujuannya. Sebab di TK, guru merupakan sosok pribadi yang memiliki
kemampuan lebih dalam segala hal. Bagi anak-anak TK, guru bagaikan “dewa”. Apa yang diucapkan dan
dilakukan dianggap benar dan akan diimitasi oleh anak-anak TK.
Jadi
apabila calon guru TK kurang menguasai landasan teori pendidikan yang memadai,
kemungkinan besar akan “merusak”
bahkan “membunuh” dunia dan karakter
anak-anak TK. Sementara, tujuan penyelenggaraan Taman Kanak Kanak adalah
mempersiapkan memasuki pendidikan dasar. Kalau pada masa “awal” seorang anak mengenal lingkungan belajar formal saja sudah
salah, apa jadinya kelanjutan belajar di tingkat / jenjang atasnya ?
PGTKI
sebagai lembaga “produk” guru TK,
seharusnya direncanakan, dikelola, serta dievaluasi keberadaannya dengan sistem
yang baik dan benar. Setidak-tidaknya melibatkan para ahli pendidikan,
Perguruan Tinggi (Fakultas Pendidikan),
pemerhati dunia anak, guru-guru TK yang sudah profesional, lembaga
swasta / yayasan yang mengelola Pendidikan TK. Dengan demikian akan terbentuk
guru-guru TK yang kompeten. Dengan demikian, anak didiknya pun akan mencapai
tujuan yang diharapkan.
Atau
tidakkah kita berusaha meningkatkan kualitas lembaga Pendidikan Taman
Kanak-Kanak yang sudah ada ? Misalnya dengan menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan, seminar, pembinaan untuk meningkatkan kemampuan guru-guru
TK yang sudah ada. Memberikan bantuan pengadaan sarana dan prasarana yang
memadai. Membentuk suatu kelompok atau organisasi yang dimungkinkan bisa
mendukung peningkatan lembaga Pendidikan Taman Kanak-Kanak yang sudah ada.
Bukankah di tiap-tiap desa / kalurahan sudah lama berdiri lembaga Pendidikan
Taman Kanak-Kanak yang dikelola oleh berbagai lembaga pemerintah maupun swasta ? Mengapa ini tidak dilakukan pembinaan,
bahkan malah pemerintah membuka peluang untuk pendirian lembaga Pendidikan TK
dan sejenisnya ? Tidakkah diperhitungkan bahwa dampak dari “menjamurnya” lembaga
Pendidikan TK dan sejenisnya, sedikit banyak mengurangi jumlah siswa di TK yang
sudah ada ? Dan lama kelamaan akan bangkrut / tutup.
Bagi
lembaga Pendidikan TK yang dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah,
mungkin tidak banyak menimbulkan masalah, khususnya masalah ekonomi. Tetapi
bagaimana dengan lembaga Pendidikan TK yang dikelola oleh swasta / yayasan,
terlebih yayasan yang “kecil”, yang
hidup matinya tergantung dari swadana para orangtua siswanya ? Sekali pun
demikian, bagi yayasan pengelola lembaga Pendidikan TK, janganlah hal ini
menjadi hambatan yang berat. Justru marilah kita jadikan sebagai bahan untuk
memacu meningkatkan kualitas pelayanan kita. Masyarakat Indonesia (khususnya
para orangtua) sekarang sudah PINTAR
menentukan pilihan untuk pendidikan anak-anaknya, yakni lembaga pendidikan yang
bermutu dan memiliki prospek yang baik dan jelas. Berkaitan dengan sarana dan
prasarana penunjang, semestinya bisa dibicarakan secara musyawarah dengan
Komite Sekolah yang ada.
SUDAH
DIMUAT DI EDUCARE SEPTEMBER 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar