Rabu, 13 April 2016

PGTKI, PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI TK ?



PGTKI, PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI TK ?
Drs. A. Sardi


            Sejak dihapusnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang menyiapkan tenaga Guru SD (spesialisasi) Guru SD Matematika-IPA, Guru SD IPS-Bahasa, dan Guru TK di era tahun 80-an , dengan alasan adanya tuntutan jaman dan kualitas out put dinilai belum profesional sebagai guru, hingga saat ini pemerintah belum menentukan penggantinya. Sementara di lapangan, sangat membutuhkan tenaga guru (khususnya TK dan SD). 

            Kondisi tersebut berefek pula bagi Perguruan Tinggi, khususnya IKIP yang membuka program Jurusan KTP (Kurikulum dan Teknologi Pendidikan), yang secara umum mempersiapkan agar lulusannya menjadi tenaga kependidikan / guru di SPG. Akibatnya banyak lulusan jurusan ini yang menganggur.

            Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penyelenggaraan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk “membuka” lembaga Taman Kanak-Kanak (TK) Umum ,TK Islam,  Kelompok Berbain (KB), TK Alquran, Taman Penitipan Anak (TPA), maupun lembaga satuan PAUD sejenis lainnya.

Dasar penyelenggaraan itu adalah Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Ayat 3 tentang Pendidikan Taman Kanak Kanak yang merupakan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang bertujuan membantu anak didik mengembangkan berbagai kemampuan psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial, emosional,  kemandirian, kognitif, bahasa, motorik / fisik, dan seni untuk memasuki sekolah dasar. Ditegaskan pula pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990, Bab I Pasal 1 Ayat 2, Pendidikan Taman Kanak Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia dini, bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Sedangkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa pembinaan PAUD baik non formal, formal, maupun informal di bawah binaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, Informal (Dijen PAUDINI), yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.

Berdasarkan pentunjuk persyaratan mendirikan Taman Kanak-Kanak bagi Pemerinatah maupun Swasta yang dikeluarkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (Hamid Muhammad, Ph.d), sepertinya persyaratan tersebut sangat mudah dipenuhi oleh pemerintah maupun pihak swasta. Terlebih persyaratan secara umum, persyaratan sarana dan prasarana. pengajuan pendirian dan perijinan operasional, prinsip penyelenggaraan dan pengelolaan administrasinya, dan persyaratan lainnya.

Hal ini menunjukkan betapa perhatiannya pemerintah terhadap pendidikan anak usia dini (TK dan PAUD), dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menyelenggarakannya. Tidak hanya mempermudah ijin pendirian, bahkan pemerintah pun berkenan memberikan sumbangan dana, pengadaan sarana dan prasarana yang memadai. Nampaknya pemerintah akan berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan sejak berada di usia dini.

Yang menjadi masalahnya adalah bagaimana dengan pengadaan guru TK ? Sedangkan saat ini hampir di penjuru pelosok didirikan TK ? Lagi-lagi pemerintah kurang tanggap.  Untuk memenuhi kebutuhan guru di TK, akhirnya banyak berdiri PGTKI “karbitan” yang menyediakan tenaga guru untuk TK.  Disebut “karbitan”  karena proses penyelenggaraannya kurang memenuhi syarat penyelenggraan PGTKI yang profesional, karena dilaksanakan dalam kurun waktu yang sangat terbatas, bahkan tidak ada bedanya dengan semacam “lembaga kursus”, proses pemilihan calon guru tidak melalui jalur seleksi secara akademis; hanya sekedar “ditunjuk bagi yang mau”. Latar belakang sosial (usia) dan pendidikan pun tidak dipertimbangkan. Bahkan ada PGTKI yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga pemerintah desa / kalurahan, yang nota bene bukan bidangnya.  Jika berhasil menyelesaikan proses pendidikan semacam ini, peserta mendapatkan sertifikat yang berhak mengajar di TK.

Dengan melihat kenyataan di lapangan yang demikian itu, jelas bahwa kualitas out put PGTKI “karbitan” tersebut belum memliki dasar kemampuan sebagai guru TK. Mungkinkah dalam kurun waktu yang sangat terbatas, seorang calon guru TK mampu memahami tugas pokoknya, yaitu:

1.    Melaksanakan pembelajaran yang mendidik yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK.
2.    Membimbing anak-anak untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama.
3.    Membimbing anak-anak untuk mengenal lingkungan, baik fisik maupun sosial, dan mengaitkannya dengan keesaan dan kekuasaan Tuhan.
4.    Memberikan contoh / teladan dalam bersikap dan berperilaku sesuai agamanya.
5.    Membina hubungan baik dengan berbagai pihak untuk kelancaran dan keberhasilan pendidikan di sekolah.
6.    Mengembangkan diri secara terus menerus untuk meningkatkan profesionalismenya.

Secara khusus, sebagai Guru TK harus menguasai bidang kajian:
1.    Karakteristik anak usia TK dengan berbagai permasalahan dan cara pemecahannya.
2.    Program pembelajaran di TK
3.    Subjek materi yang diajarkan bagi anak-anak TK
4.    Lingkungan hidup anak usia TK, baik fisik maupun sosial.
5.    Berbagai perencanaan pembelajaran yang mungkin dilaksanakan di TK
6.    Proses pengelolaan pembelajaran bagi anak usia TK
7.    Proses perencanaan, pembuatan dan penggunaan media pembelajaran di TK
8.    Proses perencanaan dan pelaksanaan evaluasi serta teknik pelaporannya.
9.    Kajian tentang aqidah dan akhlak (etika) dalam ajaran agama
10. Metodologi pembelajaran akhlak (etika) bagi anak usia TK
11. Teknik berkomunikasi / berbahasa (Indonesia dan asing)
12. Teknik pengembangan diri (personal dan profesional)

Mestinya sebelum menyelenggarakan suatu lembaga pendidikan (TK dan PAUD), disiapkan dulu tenaga pengajarnya (guru) yang profesional agar pelaksanaan pendidikan TK dapat mencapai tujuannya. Sebab di TK, guru merupakan sosok pribadi yang memiliki kemampuan lebih dalam segala hal. Bagi anak-anak TK, guru bagaikan “dewa”. Apa yang diucapkan dan dilakukan dianggap benar dan akan diimitasi oleh anak-anak TK.

Jadi apabila calon guru TK kurang menguasai landasan teori pendidikan yang memadai, kemungkinan besar akan “merusak” bahkan “membunuh” dunia dan karakter anak-anak TK. Sementara, tujuan penyelenggaraan Taman Kanak Kanak adalah mempersiapkan memasuki pendidikan dasar. Kalau pada masa “awal” seorang anak mengenal lingkungan belajar formal saja sudah salah, apa jadinya kelanjutan belajar di tingkat / jenjang atasnya ?

PGTKI sebagai lembaga “produk” guru TK, seharusnya direncanakan, dikelola, serta dievaluasi keberadaannya dengan sistem yang baik dan benar. Setidak-tidaknya melibatkan para ahli pendidikan, Perguruan Tinggi (Fakultas Pendidikan),  pemerhati dunia anak, guru-guru TK yang sudah profesional, lembaga swasta / yayasan yang mengelola Pendidikan TK. Dengan demikian akan terbentuk guru-guru TK yang kompeten. Dengan demikian, anak didiknya pun akan mencapai tujuan yang diharapkan.

Atau tidakkah kita berusaha meningkatkan kualitas lembaga Pendidikan Taman Kanak-Kanak yang sudah ada ? Misalnya dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan, seminar, pembinaan untuk meningkatkan kemampuan guru-guru TK yang sudah ada. Memberikan bantuan pengadaan sarana dan prasarana yang memadai. Membentuk suatu kelompok atau organisasi yang dimungkinkan bisa mendukung peningkatan lembaga Pendidikan Taman Kanak-Kanak yang sudah ada. Bukankah di tiap-tiap desa / kalurahan sudah lama berdiri lembaga Pendidikan Taman Kanak-Kanak yang dikelola oleh berbagai lembaga pemerintah maupun  swasta ? Mengapa ini tidak dilakukan pembinaan, bahkan malah pemerintah membuka peluang untuk pendirian lembaga Pendidikan TK dan sejenisnya ? Tidakkah diperhitungkan bahwa dampak dari “menjamurnya”  lembaga Pendidikan TK dan sejenisnya, sedikit banyak mengurangi jumlah siswa di TK yang sudah ada ? Dan lama kelamaan akan bangkrut / tutup.

Bagi lembaga Pendidikan TK yang dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah, mungkin tidak banyak menimbulkan masalah, khususnya masalah ekonomi. Tetapi bagaimana dengan lembaga Pendidikan TK yang dikelola oleh swasta / yayasan, terlebih yayasan yang “kecil”, yang hidup matinya tergantung dari swadana para orangtua siswanya ? Sekali pun demikian, bagi yayasan pengelola lembaga Pendidikan TK, janganlah hal ini menjadi hambatan yang berat. Justru marilah kita jadikan sebagai bahan untuk memacu meningkatkan kualitas pelayanan kita. Masyarakat Indonesia (khususnya para orangtua) sekarang sudah PINTAR menentukan pilihan untuk pendidikan anak-anaknya, yakni lembaga pendidikan yang bermutu dan memiliki prospek yang baik dan jelas. Berkaitan dengan sarana dan prasarana penunjang, semestinya bisa dibicarakan secara musyawarah dengan Komite Sekolah yang ada.


SUDAH DIMUAT DI EDUCARE SEPTEMBER 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar