Minggu, 17 April 2016

HARUSKAH KURIKULUM BERUBAH ?



HARUSKAH KURIKULUM BERUBAH ?
A. Sardi
            Secara tradisional kurikulum dipahami sebagai sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau memperoleh suatu ijazah. Sedangkan secara modern, kurikulum merupakan keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar, baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas (Saylor J Gallen dan William N Alexander dalam bukunya “Curriculum Planing”). Berbeda dengan pendapat B. Ragan, kurikulum adalah semua pengalaman anak di bawah tanggungjawab sekolah.
            Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 19, Ayat 1, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
            Adalah hal yang wajar ( bahkan harus ) suatu kurikulum mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan kurikulum yang sedang diberlakukan sudah tidak sesuai  dengan perkembangan jaman dan tuntutan kebutuhan. Secara umum perubahan kurikulum bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu bersifat perubahan total (menyeluruh) dan bersifat perubahan sebagian (tambal sulam).
            Mengubah kurikulum tidaklah semudah membolak-balikkan telapak tangan. Setiap ganti Menteri, ganti Kurikulum. Akan tetapi harus ada dasar dan prinsip pengkajian secara mendalam terhadap kurikulum yang diberlakukan saat itu. Prinsip umum dasar perubahan kurikulum, antara lain:
a.      Prinsip relevansi: secara internal kurikulum memiliki relevansi antar komponen-komponen  kurikulum ( tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal, komponen-komponen tersebut  memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan  dan potensi peserta didik (relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis)
b.     Prinsip fleksibilitas: bersifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik.
c.      Prinsip kontinuitas: yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antar jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d.     Prinsip efisieni: yaitu mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
e.      Prinsip efektivitas: yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Sedangkan prinsip khususnya adalah: prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar, pemilihan media dan alat pelajaran, kegiatan penilaian.
Hingga saat ini negara kita pernah memberlakukan dan mengubah 6 kali jenis kurikulum, yaitu: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi- Versi tahun 2002 dan 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dan Kurikulum versi KTSP-pun saat ini dirasa kurang menjawab perkembangan jaman dan tuntutan kebutuhan. Maka Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan memberlakukan Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan Kurikulum versi KTSP, dan mungkin namanya KTSP Disempurnakan.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, yang juga ditegaskan Prof. Kacung Marijan MA (Staf Ahli Mendikbud), penyempurnaan KTSP ini bertujuan: mengembangkan aspek akademik dan karakter, hanya diperuntukkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, mengubah mindset pendidikan yang bersifat akademik menjadi dua paradigm  yaitu akademik dan karakter yang merupakan pondasi pendidikan, mencetak sumber daya manusia yang profesional secara akademik dan tangguh atau kreatif secara karakter.
 Salah satu usaha pemerintah, khususnya Kemendikbud sebelum memberlakukan Kurikulum 2013 (“KTSP Disempurnakan”) yaitu: melakukan sosialisasi, melakukan kegiatan uji public (http:/kurikulumkemendikbud.go.id), mulai Kamis, 29 Nopember 2012 – Desember 2012 serta melalukan sosialisasi ke lima Perguruan Tinggi ternama di kota: Jakarta, Yogyakarta, Medan, Makasar, dan Denpasar . Tujuannya supaya masyarakat memahami, mengkaji dan terlibat merumuskan dasar dan standar kurikulum yang akan diberlakukan mulai tahun ajaran 2013-2014 nanti. Selain itu akan dilaksanakan pelatihan untuk guru-guru profesional yang nantinya disebut Teacher Master. Tugas dan kewenangannya adalah menularkan kemampuan dan pemahaman pelaksanaan kurikulum kepada sesama guru.
Kurikulum 2013 akan berhasil apabila ada komitmen pemegang otorita pendidikan, di antaranya: Wakil Presiden, para birokrat kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian terkait, akademisi, budayawan, agamawan, ilmuwan, guru dan siswa. Komitmen tersebut dalam hal: kristalisasi berbagai gagasan dalam konsep ideal tentang pendidikan, ketegasan dalam merumuskan dasar kurikulum, persiapan pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK), penyediaan sarana dan prasarana penunjang kepeberhasilan, ketegasan dalam tata kelola pelaksanaan kurikulum, penentuan konsep pembelajaran, penentuan penilaian pembelajaran dan karakter.
Deskripsi perubahan Kurikulum 2013 per jenjang pendidikan sesuai Kemendikbud:
Jenjang Pendidikan Sekoalah Dasar (SD):
a.      Berbasis tematik – integrative sampai kelas VI
b.     Menggunakan kompetensi lulusan untuk merumuskan kompetensi inti pada tiap kelas.
c.      Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) semua mata pelajaran.
d.     Menggunakan IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua mata pelajaran.
e.      Meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi 6 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran.
-        IPA menjadi materi pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dll.
-        IPS menjadi materi pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll.
-        Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
-        Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran.
f.      Menempatkan IPA dan IPS pada posisi sewajarnya bagi anak SD yaitu bukan sebagai disiplin ilmu melainkan sebagai kompetensi untuk membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian dalam berinteraksi  sosial dan dengan alam secara bertanggungjawab.
g.     Perbedaan IPA dan IPS dipisah atau diintegrasikan hanyalah pada apakah buku teksnya terpisah atau jadi satu. Tetapi apabila dipisah dapat berakibat beratnya beban guru, kesulitan bagi Bahasa Indonesia untuk mencari materi pembahasan yang kontekstual, berjalan sendiri melampaui kemampuan berbahasa peserta didiknya seperti yang terjadi saat ini, dll.
h.     Menambah 4 jam pelajaran  per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian.
Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP):
a.      Sama dengan SD, akan disusun berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik SMP dalam ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
b.     Menggunakan mata pelajaran sebagai sumber kompetensi dan substansi pelajaran.
c.      Menggunakan pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) semua mata pelajaran.
d.     Meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 12 dapat dikurangi menjadi 10 melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran:
-        TIK menjadi sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran, tidak berdiri sendiri.
-        Muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya.
-        Mata pelajaran Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran.
e.      IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pembangun sikap peduli dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial dan alam.
f.      Bahasa Inggris diajarkan untuk membentuk keterampilan berbahasa.
g.     Menambah 6 jam pelajaran per minggu sebagai akibat dari perubahan pendekatan proses pembelajaran dan proses penilaian.
Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA):
a.      Apakah masih perlu penjurusan di SMA mengingat:
-        Sudah tidak ada lagi negara yang menganut sistem penjurusan di SMA
-        Kesulitan dalam penyetaraan ijazah
-        Dapat melanjutkan ke semua jurusan di perguruan tinggi
b.     Tanpa penjurusan akan menyebabkan mata pelajaran menjadi terlalu banyak seperti pada SMA kelas X saat ini, sehingga diperlukan mata pelajaran pilihan dan mata pelajaran wajib.
c.      Perlunya memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata untuk menyelesaikan lebih cepat atau belajar lebih banyak melalui mata pelajaran pilihan.
d.     Perlunya ujian nasional yang lebih fleksibel (dapat diambil di kelas XI)
e.      Perlunya integrasi vertikal dengan perguruan tinggi.
f.      Perlunya memperkuat pelajaran Bahasa Indonesia, termasuk sastra, terutama menulis dan membaca dengan cepat dan paham.
g.     Perlunya meningkatkan tingkat abstraksi mata pelajaran.
h.     Perlunya membentuk kultur sekolah yang kondusif.
Jenjang Pendidikan sekolah Menengah Kejuruan (SMK):
a.      Ujian nasional sebaiknya tahun ke XI sehingga tahun ke XII konsentrasi ke ujian sertifikasi keahlian.
b.     Bidang keahlian yang belum selesai lagi dengan kebutuhan global.
c.      Penambahan life and career skills (bukan sebagai mata pelajaran)
d.     Perlunya melibatkan pengguna (industry terkait) dalam penyusunan kurikulum.
e.      Pembelajaran SMK berbasis proyek dan sekolah terbuka bagi siswa untuk waktu yang lebih lama dari jam pelajaran.
f.      Keseimbanagan hard skill / competence dan soft skill / competence.
g.     Perlunya membentuk kultur sekolah yang kondusif.
h.     Pembagian keahlian yang terlalu rinci sehingga mempersulit pelaksanaan di lapangan.
Secara konsep, draft Kurikulum 2013 jika dapat dijalankan dengan benar akan mampu melahirkan generasi masa depan yang tidak hanya cerdas otaknya, tetapi juga cerdas emosi, sosial dan spiritualnya. Hal ini tampak dengan diintregasikannya nilai-nilai karkater ke dalam proses pembelajaran, bukan lagi menjadi sebuah tempelan seperti dalam Kurikulum 2006.
      Pendekatan pembelajaran yang digunakan  dengan mengajak siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman belajar yang mereka dapatkan dari kelas, lingkungan sekolah, dan masyarakat juga akan mampu mendekatkan  peserta didik pada kultur masyarakat dan bangsanya. 
            Setiap perubahan kurikulum pasti memunculkan suatu permasalahan dan menuntut suatu konsekuensi, tertutama bagi pelaksana kurikulum tersebut. Jika Kurikulum 2013 ini diberlakukan, konsekuensi bagi seorang guru, selain tetap memiliki kompetensi guru pada umumnya (kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional), secara khusus harus:
a.      Memiliki kemampuan mempertegas target kompetensi, karena kompetensi yang sudah dirumuskan dalam Kurikulum 2013 dipandang terlalu abstrak dan sulit diterjemahkan. Misalnya: Sejauhmana ukuran/indikator akhlak mulia ? Sejauhmana ukuran/indikator insan  Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif ?
b.     Memiliki wawasan ke depan, sebab faham pendidikan sepanjang hayat dalam Kurikulum 2013 belum mengakomodasikan kebutuhan Indonesia yang jauh ke depan.
c.      Memiliki pemahaman wawasan nusantara agar bisa melaksanakan kurikulum sesuai dengan kondisi alam Indonesia. Sebab di dalam Kurikulum 2013 belum jelas mencerminkan karakter sebagai negara agraris dan maritim. Sementara sebagian besar wilayah kita terdiri dari wilayah perairan dan sebagian besar penduduknya bercocok tanam.
d.     Memiliki kemampuan untuk berdiskusi dan mengkomunikasikan dengan para pakar teknologi dan industri, sebab pernah ada pencanangan Indonesia merupakan negara sain. Sementara mata pelajaran IPA pada Kurikulum 2013 diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. Secara langsung seorang guru juga harus memiliki kemampuan mengintegrasikan kompetensi-kompeteni dasar, khususnya mata pelajaran yang diintegrasikan.
e.      Memiliki keterampilan menggunakan sarana teknologi modern, seperti computer, LCD, dan sejenisnya. Sebab apabila guru hanya tetap bertahan menjalankan tugasnya dengan cara-cara lamanya yang tradisonal, keberhasilan Kurikulum 2013 tidak akan berhasil.
f.      Memiliki kemampuan berinovasi dalam merumuskan dan melaksanakan strategi, metode, pemilihan materi, pemilihan sarana penunjang, memilih alat dan cara evaluasi, kegiatan remedial. Sebab jika sebuah mata pelajaran  diintegrasikan dengan mata pelajaran lain, tentu semua itu juga harus mengalami proses integrasi.
g.     Memiliki kewajiban merancang dan mengelola proses pembelajaran aktif yang menyenangkan, dengan memfasilitasi peserta didik untuk mengamati, bertanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan juga mencipta.
h.     Memiliki kemampuan dan keterampilan mengakomodasikan harapan para orang tua, sebab pada umumnya, para orang tua menyekolahkan anak-anaknya memiliki harapan agar  anak-anaknya memiliki kemampuan praktis, yaitu melalui pendidikan anaknya kelak memiliki karakter baik dan bisa mandiri secara finansial dengan bekerja atau berwiraswasta.

Sedangkan konsekuensi bagi pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan formal lainnya (termasuk pengelola lembaga pendidikan swasta), jika Kurikulum 2013 diberlakukan adalah :
a.      Perlu adanya sosialisasi yang tidak hanya melalui uji publik. Akan tetapi lebih kepada pembinaan kepada para pelaku atau pelaksanan “utama” kurikulum tersebut, yakni guru. Sebab guru-lah nanti yang mampu menentukan berhasil tidaknya suatu kurikulum yang  diberlakukan. Jika akan memberikan pelatihan khusus untuk teacher master, mungkinkah dengan waktu yang sangat terbatas bisa “menularkan” kemampuannya kepada guru-guru lain ? Di sisi lain, perlu dipikirkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya di lapangan, guru harus berdasarkan karakteristik siswa, situasi dan kondisinya.
b.     Perlu adanya uji coba atau pilot projek dengan menunjuk beberapa lembaga pendidikan yang menjadi sasaran perubahan. Pengalaman ketika memberlakukan Kurikulum 1975 bisa juga dijadikan sebagai contoh. Sebelum Kurikulum 1975 diberlakukan, pemerintah mengadakan uji coba dengan istilah PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) di beberapa kota.
c.      Pemberlakukan Kurikulum 2013 untuk kepentingan nasional dan dalam rangka mencapai Tujuan Pendidikan Nasional. Semestinya seluruh lembaga pendidikan melaksanakan Kurikulum 2013 ini. Walau demikian, pemerintah harus mau menerima masukan, inovasi, kritik dari berbagai pihak, walaupun masing-masing daerah memliki “otoritas” dan kebebasan untuk mengembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Semestinya pemerintah harus tegas memberikan  pembatasan, sejauh tidak menyimpang dari pedoman yang sudah diberlakukan.
d.     Kementerian Pendidikan dan Kebudayan harus bisa menggandeng kementerian lain yang mengelola pendidikan (mis. Kementerian Agama), lembaga pendidikan swasta yang ada di Indonesia. Ingat, lembaga pendidikan swasta merupakan mitra kerja pemerintah.
e.      Perlu adanya komitmen bersama menghapus kesan dan pernyataan: Ganti menteri-ganti aturan. Guru Indonesia tidak professional. Murid sekedar kelinci percobaan aturan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar