HARUSKAH
KURIKULUM BERUBAH ?
A. Sardi
Secara tradisional kurikulum
dipahami sebagai sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk
kenaikan kelas atau memperoleh suatu ijazah. Sedangkan secara modern, kurikulum
merupakan keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar, baik yang
berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas (Saylor J Gallen dan William N
Alexander dalam bukunya “Curriculum Planing”). Berbeda dengan pendapat B.
Ragan, kurikulum adalah semua pengalaman anak di bawah tanggungjawab sekolah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 19, Ayat 1, Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Adalah hal yang wajar ( bahkan harus ) suatu kurikulum mengalami
perubahan. Hal ini dikarenakan kurikulum yang sedang diberlakukan sudah tidak
sesuai dengan perkembangan jaman dan
tuntutan kebutuhan. Secara umum perubahan kurikulum bisa dikategorikan menjadi
dua, yaitu bersifat perubahan total (menyeluruh) dan bersifat perubahan sebagian
(tambal sulam).
Mengubah kurikulum tidaklah semudah
membolak-balikkan telapak tangan. Setiap ganti Menteri, ganti Kurikulum. Akan
tetapi harus ada dasar dan prinsip pengkajian secara mendalam terhadap
kurikulum yang diberlakukan saat itu. Prinsip umum dasar perubahan kurikulum,
antara lain:
a. Prinsip relevansi:
secara internal kurikulum memiliki relevansi antar komponen-komponen kurikulum ( tujuan, bahan, strategi,
organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal, komponen-komponen
tersebut memiliki relevansi dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi
psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi
sosiologis)
b. Prinsip fleksibilitas:
bersifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan
terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan
waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik.
c. Prinsip kontinuitas:
yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal maupun secara
horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antar jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip efisieni:
yaitu mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas:
yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Sedangkan prinsip khususnya
adalah: prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, isi pendidikan, pemilihan
proses belajar mengajar, pemilihan media dan alat pelajaran, kegiatan
penilaian.
Hingga
saat ini negara kita pernah memberlakukan dan mengubah 6 kali jenis kurikulum,
yaitu: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,
Kurikulum Berbasis Kompetensi- Versi tahun 2002 dan 2004, Kurikulum Berbasis
Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dan Kurikulum
versi KTSP-pun saat ini dirasa kurang menjawab perkembangan jaman dan tuntutan
kebutuhan. Maka Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan
memberlakukan Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan Kurikulum versi KTSP, dan
mungkin namanya KTSP Disempurnakan.
Menurut
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh,
yang juga ditegaskan Prof. Kacung
Marijan MA (Staf Ahli Mendikbud), penyempurnaan KTSP ini bertujuan:
mengembangkan aspek akademik dan karakter, hanya diperuntukkan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, mengubah mindset pendidikan yang bersifat
akademik menjadi dua paradigm yaitu
akademik dan karakter yang merupakan pondasi pendidikan, mencetak sumber daya
manusia yang profesional secara akademik dan tangguh atau kreatif secara
karakter.
Salah satu usaha pemerintah, khususnya Kemendikbud
sebelum memberlakukan Kurikulum 2013 (“KTSP Disempurnakan”) yaitu:
melakukan sosialisasi, melakukan kegiatan uji public (http:/kurikulumkemendikbud.go.id),
mulai Kamis, 29 Nopember 2012 – Desember 2012 serta melalukan sosialisasi ke
lima Perguruan Tinggi ternama di kota: Jakarta, Yogyakarta, Medan, Makasar, dan
Denpasar . Tujuannya supaya masyarakat memahami, mengkaji dan terlibat
merumuskan dasar dan standar kurikulum yang akan diberlakukan mulai tahun
ajaran 2013-2014 nanti. Selain itu akan dilaksanakan pelatihan untuk guru-guru
profesional yang nantinya disebut Teacher Master. Tugas dan
kewenangannya adalah menularkan kemampuan dan pemahaman pelaksanaan kurikulum
kepada sesama guru.
Kurikulum
2013 akan berhasil apabila ada komitmen
pemegang otorita pendidikan, di antaranya: Wakil Presiden, para birokrat
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian terkait, akademisi,
budayawan, agamawan, ilmuwan, guru dan siswa. Komitmen tersebut dalam hal: kristalisasi
berbagai gagasan dalam konsep ideal tentang pendidikan, ketegasan dalam
merumuskan dasar kurikulum, persiapan pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK),
penyediaan sarana dan prasarana penunjang kepeberhasilan, ketegasan dalam tata
kelola pelaksanaan kurikulum, penentuan konsep pembelajaran, penentuan
penilaian pembelajaran dan karakter.
Deskripsi
perubahan Kurikulum 2013 per jenjang pendidikan sesuai Kemendikbud:
Jenjang Pendidikan Sekoalah Dasar (SD):
a. Berbasis
tematik – integrative sampai kelas VI
b. Menggunakan
kompetensi lulusan untuk merumuskan kompetensi inti pada tiap kelas.
c. Menggunakan
pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) semua mata pelajaran.
d. Menggunakan
IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua mata pelajaran.
e. Meminimumkan
jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi 6 melalui
pengintegrasian beberapa mata pelajaran.
-
IPA menjadi materi
pembahasan pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dll.
-
IPS menjadi materi
pembahasan pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, dll.
-
Muatan lokal menjadi
materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan.
-
Mata pelajaran
Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran.
f. Menempatkan
IPA dan IPS pada posisi sewajarnya bagi anak SD yaitu bukan sebagai disiplin
ilmu melainkan sebagai kompetensi untuk membentuk sikap ilmuwan dan kepedulian
dalam berinteraksi sosial dan dengan
alam secara bertanggungjawab.
g. Perbedaan
IPA dan IPS dipisah atau diintegrasikan hanyalah pada apakah buku teksnya
terpisah atau jadi satu. Tetapi apabila dipisah dapat berakibat beratnya beban
guru, kesulitan bagi Bahasa Indonesia untuk mencari materi pembahasan yang
kontekstual, berjalan sendiri melampaui kemampuan berbahasa peserta didiknya
seperti yang terjadi saat ini, dll.
h. Menambah
4 jam pelajaran per minggu akibat
perubahan proses pembelajaran dan penilaian.
Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP):
a. Sama
dengan SD, akan disusun berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki peserta
didik SMP dalam ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
b. Menggunakan
mata pelajaran sebagai sumber kompetensi dan substansi pelajaran.
c. Menggunakan
pendekatan sains dalam proses pembelajaran (mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, mencipta) semua mata pelajaran.
d. Meminimumkan
jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 12 dapat dikurangi menjadi 10 melalui
pengintegrasian beberapa mata pelajaran:
-
TIK menjadi sarana
pembelajaran pada semua mata pelajaran, tidak berdiri sendiri.
-
Muatan lokal menjadi
materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya.
-
Mata pelajaran
Pengembangan Diri diintegrasikan ke semua mata pelajaran.
e. IPA
dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative
science dan integrative social
studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai
pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan
belajar, rasa ingin tahu, dan pembangun sikap peduli dan bertanggungjawab
terhadap lingkungan sosial dan alam.
f. Bahasa
Inggris diajarkan untuk membentuk keterampilan berbahasa.
g. Menambah
6 jam pelajaran per minggu sebagai akibat dari perubahan pendekatan proses
pembelajaran dan proses penilaian.
Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA):
a. Apakah
masih perlu penjurusan di SMA mengingat:
-
Sudah tidak ada lagi negara
yang menganut sistem penjurusan di SMA
-
Kesulitan dalam
penyetaraan ijazah
-
Dapat melanjutkan ke
semua jurusan di perguruan tinggi
b. Tanpa
penjurusan akan menyebabkan mata pelajaran menjadi terlalu banyak seperti pada
SMA kelas X saat ini, sehingga diperlukan mata pelajaran pilihan dan mata
pelajaran wajib.
c. Perlunya
memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata
untuk menyelesaikan lebih cepat atau belajar lebih banyak melalui mata
pelajaran pilihan.
d. Perlunya
ujian nasional yang lebih fleksibel (dapat diambil di kelas XI)
e. Perlunya
integrasi vertikal dengan perguruan tinggi.
f. Perlunya
memperkuat pelajaran Bahasa Indonesia, termasuk sastra, terutama menulis dan
membaca dengan cepat dan paham.
g. Perlunya
meningkatkan tingkat abstraksi mata pelajaran.
h. Perlunya
membentuk kultur sekolah yang kondusif.
Jenjang Pendidikan sekolah Menengah Kejuruan (SMK):
a. Ujian
nasional sebaiknya tahun ke XI sehingga tahun ke XII konsentrasi ke ujian
sertifikasi keahlian.
b. Bidang
keahlian yang belum selesai lagi dengan kebutuhan global.
c. Penambahan
life and career skills (bukan sebagai
mata pelajaran)
d. Perlunya
melibatkan pengguna (industry terkait) dalam penyusunan kurikulum.
e. Pembelajaran
SMK berbasis proyek dan sekolah terbuka bagi siswa untuk waktu yang lebih lama
dari jam pelajaran.
f. Keseimbanagan
hard skill / competence dan soft skill /
competence.
g. Perlunya
membentuk kultur sekolah yang kondusif.
h. Pembagian
keahlian yang terlalu rinci sehingga mempersulit pelaksanaan di lapangan.
Secara konsep, draft Kurikulum 2013 jika dapat
dijalankan dengan benar akan mampu melahirkan generasi masa depan yang tidak
hanya cerdas otaknya, tetapi juga cerdas emosi, sosial dan spiritualnya. Hal
ini tampak dengan diintregasikannya nilai-nilai karkater ke dalam proses
pembelajaran, bukan lagi menjadi sebuah tempelan
seperti dalam Kurikulum 2006.
Pendekatan pembelajaran yang
digunakan dengan mengajak siswa untuk
mengkonstruksikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman belajar yang mereka
dapatkan dari kelas, lingkungan sekolah, dan masyarakat juga akan mampu
mendekatkan peserta didik pada kultur
masyarakat dan bangsanya.
Setiap perubahan kurikulum pasti
memunculkan suatu permasalahan dan menuntut suatu konsekuensi, tertutama bagi
pelaksana kurikulum tersebut. Jika Kurikulum 2013 ini diberlakukan, konsekuensi bagi seorang guru, selain
tetap memiliki kompetensi guru pada umumnya (kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional), secara khusus
harus:
a. Memiliki
kemampuan mempertegas target kompetensi, karena kompetensi yang sudah
dirumuskan dalam Kurikulum 2013 dipandang terlalu abstrak dan sulit
diterjemahkan. Misalnya: Sejauhmana ukuran/indikator akhlak mulia ? Sejauhmana
ukuran/indikator insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, afektif ?
b. Memiliki
wawasan ke depan, sebab faham pendidikan sepanjang hayat dalam Kurikulum 2013
belum mengakomodasikan kebutuhan Indonesia yang jauh ke depan.
c. Memiliki
pemahaman wawasan nusantara agar bisa melaksanakan kurikulum sesuai dengan
kondisi alam Indonesia. Sebab di dalam Kurikulum 2013 belum jelas mencerminkan
karakter sebagai negara agraris dan
maritim. Sementara sebagian besar wilayah kita terdiri dari wilayah
perairan dan sebagian besar penduduknya bercocok tanam.
d. Memiliki
kemampuan untuk berdiskusi dan mengkomunikasikan dengan para pakar teknologi
dan industri, sebab pernah ada pencanangan Indonesia merupakan negara sain.
Sementara mata pelajaran IPA pada Kurikulum 2013 diintegrasikan dengan mata
pelajaran lain. Secara langsung seorang guru juga harus memiliki kemampuan
mengintegrasikan kompetensi-kompeteni dasar, khususnya mata pelajaran yang
diintegrasikan.
e. Memiliki
keterampilan menggunakan sarana teknologi modern, seperti computer, LCD, dan
sejenisnya. Sebab apabila guru hanya tetap bertahan menjalankan tugasnya dengan
cara-cara lamanya yang tradisonal, keberhasilan Kurikulum 2013 tidak akan
berhasil.
f. Memiliki
kemampuan berinovasi dalam merumuskan dan melaksanakan strategi, metode,
pemilihan materi, pemilihan sarana penunjang, memilih alat dan cara evaluasi,
kegiatan remedial. Sebab jika sebuah mata pelajaran diintegrasikan dengan mata pelajaran lain,
tentu semua itu juga harus mengalami proses integrasi.
g. Memiliki
kewajiban merancang dan mengelola proses pembelajaran aktif yang menyenangkan,
dengan memfasilitasi peserta didik untuk mengamati, bertanya, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan juga mencipta.
h. Memiliki
kemampuan dan keterampilan mengakomodasikan harapan para orang tua, sebab pada
umumnya, para orang tua menyekolahkan anak-anaknya memiliki harapan agar anak-anaknya memiliki kemampuan praktis, yaitu
melalui pendidikan anaknya kelak memiliki karakter baik dan bisa mandiri secara
finansial dengan bekerja atau berwiraswasta.
Sedangkan
konsekuensi bagi pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan formal lainnya
(termasuk pengelola lembaga pendidikan swasta), jika Kurikulum 2013
diberlakukan adalah :
a. Perlu
adanya sosialisasi yang tidak hanya melalui uji publik. Akan tetapi lebih
kepada pembinaan kepada para pelaku atau pelaksanan “utama” kurikulum tersebut, yakni guru. Sebab guru-lah nanti yang mampu menentukan berhasil tidaknya
suatu kurikulum yang diberlakukan. Jika
akan memberikan pelatihan khusus untuk teacher master, mungkinkah dengan
waktu yang sangat terbatas bisa “menularkan” kemampuannya kepada
guru-guru lain ? Di sisi lain, perlu dipikirkan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya di lapangan, guru harus berdasarkan karakteristik siswa, situasi dan
kondisinya.
b. Perlu
adanya uji coba atau pilot projek dengan menunjuk beberapa
lembaga pendidikan yang menjadi sasaran perubahan. Pengalaman ketika
memberlakukan Kurikulum 1975 bisa juga dijadikan sebagai contoh. Sebelum
Kurikulum 1975 diberlakukan, pemerintah mengadakan uji coba dengan istilah PPSP
(Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) di beberapa kota.
c. Pemberlakukan
Kurikulum 2013 untuk kepentingan nasional dan dalam rangka mencapai Tujuan
Pendidikan Nasional. Semestinya seluruh lembaga pendidikan melaksanakan
Kurikulum 2013 ini. Walau demikian, pemerintah harus mau menerima masukan,
inovasi, kritik dari berbagai pihak, walaupun masing-masing daerah memliki
“otoritas” dan kebebasan untuk mengembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Semestinya pemerintah harus tegas memberikan pembatasan, sejauh tidak menyimpang dari
pedoman yang sudah diberlakukan.
d. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayan harus bisa menggandeng kementerian lain yang mengelola
pendidikan (mis. Kementerian Agama), lembaga pendidikan swasta yang ada di
Indonesia. Ingat, lembaga pendidikan swasta merupakan mitra kerja pemerintah.
e. Perlu
adanya komitmen bersama menghapus kesan dan pernyataan: Ganti menteri-ganti aturan. Guru
Indonesia tidak professional. Murid sekedar kelinci percobaan aturan
pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar