Selasa, 12 April 2016

MEMANUSIAKAN MANUSIA PANCASILA MELALUI PROSES PEMBELAJARAN



MEMANUSIAKAN MANUSIA PANCASILA
MELALUI PROSES PEMBELAJARAN
Oleh: Drs. A. Sardi

          Pernah terjadi di suatu acara televisi yang menayangkan acara quis yang ditonton oleh berjuta pasang mata, pembawa acara meminta agar seorang mahasiswa melafalkan Pancasila secara benar. Namun mahasiswa tadi tidak hafal. Tidak hanya itu, seorang pejabat tinggi ketika menjadi Pembina Upacara, dan harus melafalkan Pancasila agar ditirukan oleh segenap peserta upacara, tidak hafal.  Apa komentar kita sebagai warga negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini ? Sungguh memprihatinkan. Pancasila sebagai landasan dan pedoman hidup , sebagai sumber dari segala sumber hukum, tidak dihafal secara baik dan benar. Lalu bagaimana bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut ? Benarkah pemahaman dan pengamalan  nilai-nilai Pancasila sekarang sudah “luntur” dan “diabaikan” ?

            Sejak genderang reformasi tahun 1998 dicanangkan, terkubur sudah seluruh produk tatanan yang berbau  Orde Baru. Pada hal tidak semua tatanan yang dilaksanakan pada era orde baru itu jelek dan salah. Hal yang patut disayangkan dengan adanya contoh kejadian di atas, salah satu sebabnya  adalah akibat dihapuskannya tatanan orde baru. Sebab pada era orde baru ada suatu program kegiatan yang bertujuan membentuk manusia yang ber-Pancasila melalui Penataran Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4). Menurut Jamhari Hamid, pakar hukum dan kriminal Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, saat ini sudah tidak ada lagi penataran P4. Makanya tak heran muncul gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI. Dalam materi penataran ditegaskan larangan memisahkan Pancasila dan UUD 45, apalagi mengubah. Mantan Hakim di Mahkamah Militer itu mengatakan bahwa, sekarang orang dengan mudah melakukan perubahan atau mengamandemen UUD 1945. Menurutnya, gerakan seperti Negara Islam Indonesia (NII) muncul karena tidak ada pemahaman terhadap falsafah bangsa itu. Khusus bagi para generasi muda yakni kalangan mahasiswa, Anis Baswedan, Rektor Universitas Paramadina juga berpendapat bahwa, tindakan atau aksi radikalisme yang mengarah ke terorisme merupakan sikap yang terbentuk akibat lemahnya penerapan P4 di sekolah. Anis menyebutkan, beberapa tahun lalu penataran P4 merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti anak-anak sekolah, mahasiswa, PNS, dan juga beberapa elemen masyarakat lain. Namun, saat ini sudah tidak ada. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab tindakan radikalisme mengingat kurangnya pemahaman masyarakat mengenai ke-Indonesia-an.

            Jamhari Hamid berharap agar Penataran P4 dihidupkan lagi. Walau penataran P4 merupakan peninggalan Orba, namun sangat baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan penataran itu,  pemahaman mengenai Pancasila bisa dipelajari. Menurut Anis Baswedan, pemerintah harus lebih tegas menyampaikan pesan-pesan ideologis untuk para guru dan pengajar. Sejak tidak ada lagi penataran P4, pesan ideologis terhadap tenaga pendidik atau guru semakin menurun. Bahkan, banyak yang kurang paham karena mereka tidak mendapatkan porsi yang cukup untuk dapat mempelajari ideologi negara. Untuk itu, pemerintah harus berani memecat guru yang terbukti memiliki pesan-pesan fundamental. Ini untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan intelektualitas.

            Kondisi kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila merupakan ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu penting kiranya “dihidupkan” kembali suatu gerakan pembelajaran yang bertujuan agar generasi penerus bangsa tetap setia menjaga ke-Indonesia-an tercinta ini. Gerakan pembelajaran itu tidak harus mengadopsi apa yang pernah diberlakukan pada era Orba. Tetapi kita bisa mencari bentuk atau model lain. Sasaran utamanya adalah generasi penerus bangsa yang sebagian besar masih belajar secara formal di lembaga pendidikan. Sebagai salah satu ujung tombaknya atau pelaksananya adalah seluruh GURU. Sebab peran dan tugas guru adalah sebagai pendidik. Sedangkan siswanya sebagai subjek didik. Yang di dalam proses kegiatannya terjadi tarnsformasi materi pembelajaran yang menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi, kesatuan / nasionalisme, keadilan. Nilai-nilai kebenaran itu juga tertuang dalam nilai-nilai Pancasila (dulu:  butir-butir Pancasila).

            Oleh sebab itu, sebagai seorang guru hendaknya memahami akan nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar negara, kepribadian bangsa, perjanjian luhur rakyat Indonesia.

Sila 1, Ketuhanan yang Maha Esa
a.      Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa.
b.     Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.      Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan kerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan yang Maha Esa.
d.     Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
e.      Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini.
f.      Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercyaan masing-masing.
g.     Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila 2, Kemanusiaan yang adil dan beradab
a.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
b.     Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
c.      Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d.     Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.
e.      Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f.      Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.     Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.     Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.       Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j.       Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila 3, Persatuan Indonesia
a.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.     Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.      Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
d.     Mengembangkan rasa kebanggaan kebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
f.      Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.     Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila 4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
a.      Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b.     Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.     Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.      Dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.     Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
h.     Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang luhur.
i.       Keputusan diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.       Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawarahan.

Sila 5, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
b.     Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.     Menghormati hak orang lain.
e.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.      Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.     Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.     Tidak menggunakan hal milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i.       Suka bekerja keras.
j.       Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.     Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
(Kewarganegaraan SMP untuk kelas VIII, Erlangga, 2005, hal. 95-97)

Proses penerapan pembelajaran akan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila ini bukan hanya tugas guru mata pelajaran Kewarganegaraan saja, akan tetapi oleh seluruh guru. Hanya saja perlu adanya pemahaman bersama melalui diskusi, work shop atau penataran untuk mensiasati bagaimana menerapkan secara tepat agar pencapaian tujuan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut dapat dicapai sesuai harapan. Misalnya, bagaimana caranya merumuskan indikator nilai-nilai Pancasila yang ingin dicapai dalam Rencana persiapan Pembelajaran (RPP), bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila yang sesuai dengan indikator, bagaimana mengevaluasi pencapaian nilai-nilai Pancasila tersebut.

Misalnya seorang guru mata pelajaran IPA, akan melaksanakan proses pembelajaran dengan materi “AIR”. Sebagai sarana penunjangnya, guru menggunakan alat peraga berupa gambar: beberapa orang yang sedang mencari air di sumber mata air yang sulit dijangkau. Guru hendaknya sudah memiliki konsep, nilai-nilai Pancasila yang mana yang ingin ditanamkan kepada siswanya. Konsep tersebut dituangkan dalam indikator pada RPP.  Proses pelaksanaannya bisa dilakukan dengan menunjukkan gambar dan berdiskusi di awal atau diakhir proses pembelajaran inti. Misalnya dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk didiskusikan: Nilai-nilai Pancasila yang mana yang bisa kita contoh dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan gambar tersebut ? (Sila 5 : a) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan, i). Suka bekerja keras, k). Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial). Sedangkan kegiatan evaluasi bisa dilakukan dengan skala sikap. Misalnya dengan pertanyaan: Pernahkan Anda bergotong royong membersihkan saluran air di lingkungan Anda ? Atas dasar apa Anda bersedia melakukan kegiatan gotong royong membersihkan saluran air tersebut ?

Dengan dilandasi pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila ini, diharapkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajari “AIR” semakin tinggi dan bersemangat. Secara tidak langsung pun, nilai-nilai Pancasila dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh siswa.

Secara kualitatif maupun kuantitatif jika setiap guru dalam proses pembelajarannya mampu merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila, bisa diyakini siswa yang nota bene sebagai asset penerus dan pewaris pengemban Pancasila akan mampu menjadi warga negara Indonesia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia. Keutuham Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terjaga. Menekan tumbuhnya kelompok radikal yang mengarah kepada gerakan terorisme. Indonesia akan jaya, adil, dan makmur. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar