MEMANUSIAKAN MANUSIA PANCASILA
MELALUI PROSES PEMBELAJARAN
Oleh: Drs. A. Sardi
Pernah terjadi di
suatu acara televisi yang menayangkan acara quis yang ditonton oleh berjuta
pasang mata, pembawa acara meminta agar seorang mahasiswa melafalkan Pancasila
secara benar. Namun mahasiswa tadi tidak hafal. Tidak hanya itu, seorang
pejabat tinggi ketika menjadi Pembina Upacara, dan harus melafalkan Pancasila
agar ditirukan oleh segenap peserta upacara, tidak hafal. Apa komentar kita sebagai warga negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila ini ? Sungguh memprihatinkan. Pancasila
sebagai landasan dan pedoman hidup , sebagai sumber dari segala sumber hukum,
tidak dihafal secara baik dan benar. Lalu bagaimana bisa mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut ? Benarkah pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila
sekarang sudah “luntur” dan “diabaikan” ?
Sejak
genderang reformasi tahun 1998 dicanangkan, terkubur sudah seluruh produk
tatanan yang berbau Orde Baru. Pada hal tidak semua tatanan yang dilaksanakan pada era
orde baru itu jelek dan salah. Hal yang patut disayangkan dengan adanya contoh
kejadian di atas, salah satu sebabnya adalah akibat dihapuskannya tatanan orde baru.
Sebab pada era orde baru ada suatu program kegiatan yang bertujuan membentuk
manusia yang ber-Pancasila melalui Penataran
Pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4). Menurut Jamhari Hamid,
pakar hukum dan kriminal Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, saat ini
sudah tidak ada lagi penataran P4. Makanya tak heran muncul gerakan-gerakan
yang mengancam keutuhan NKRI. Dalam materi penataran ditegaskan larangan
memisahkan Pancasila dan UUD 45, apalagi mengubah. Mantan Hakim di Mahkamah
Militer itu mengatakan bahwa, sekarang orang dengan mudah melakukan perubahan
atau mengamandemen UUD 1945. Menurutnya, gerakan seperti Negara Islam Indonesia
(NII) muncul karena tidak ada pemahaman terhadap falsafah bangsa itu. Khusus
bagi para generasi muda yakni kalangan mahasiswa, Anis Baswedan, Rektor Universitas Paramadina juga berpendapat
bahwa, tindakan atau aksi radikalisme yang mengarah ke terorisme merupakan
sikap yang terbentuk akibat lemahnya penerapan P4 di sekolah. Anis menyebutkan,
beberapa tahun lalu penataran P4 merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti
anak-anak sekolah, mahasiswa, PNS, dan juga beberapa elemen masyarakat lain.
Namun, saat ini sudah tidak ada. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab
tindakan radikalisme mengingat kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
ke-Indonesia-an.
Jamhari Hamid berharap agar
Penataran P4 dihidupkan lagi. Walau penataran P4 merupakan peninggalan Orba,
namun sangat baik untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan
penataran itu, pemahaman mengenai
Pancasila bisa dipelajari. Menurut Anis Baswedan, pemerintah harus lebih tegas menyampaikan
pesan-pesan ideologis untuk para guru dan pengajar. Sejak tidak ada lagi
penataran P4, pesan ideologis terhadap tenaga pendidik atau guru semakin
menurun. Bahkan, banyak yang kurang paham karena mereka tidak mendapatkan porsi
yang cukup untuk dapat mempelajari ideologi negara. Untuk itu, pemerintah harus
berani memecat guru yang terbukti memiliki pesan-pesan fundamental. Ini untuk
mengeliminasi terjadinya penyimpangan intelektualitas.
Kondisi
kurangnya pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila
merupakan ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu penting kiranya “dihidupkan”
kembali suatu gerakan pembelajaran
yang bertujuan agar generasi penerus bangsa tetap setia menjaga ke-Indonesia-an
tercinta ini. Gerakan pembelajaran itu tidak harus mengadopsi apa yang pernah
diberlakukan pada era Orba. Tetapi kita bisa mencari bentuk atau model lain. Sasaran
utamanya adalah generasi penerus bangsa yang sebagian besar masih belajar
secara formal di lembaga pendidikan. Sebagai salah satu ujung tombaknya atau
pelaksananya adalah seluruh GURU.
Sebab peran dan tugas guru adalah sebagai pendidik. Sedangkan siswanya sebagai
subjek didik. Yang di dalam proses kegiatannya terjadi tarnsformasi materi
pembelajaran yang menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, demokrasi, kesatuan / nasionalisme, keadilan. Nilai-nilai
kebenaran itu juga tertuang dalam nilai-nilai Pancasila (dulu: butir-butir Pancasila).
Oleh
sebab itu, sebagai seorang guru hendaknya memahami akan nilai-nilai Pancasila
sebagai pandangan hidup, dasar negara, kepribadian bangsa, perjanjian luhur
rakyat Indonesia.
Sila 1,
Ketuhanan yang Maha Esa
a.
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan
dan ketakwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa.
b.
Manusia Indonesia percaya dan takwa
terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.
Mengembangkan sikap hormat-menghormati
dan kerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan yang Maha Esa.
d.
Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
e.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan
yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini.
f.
Mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercyaan masing-masing.
g.
Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila 2,
Kemanusiaan yang adil dan beradab
a.
Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
b.
Mengakui persamaan derajad, persamaan
hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan
sebagainya.
c.
Mengembangkan sikap saling mencintai
sesama manusia.
d.
Mengembangkan sikap tenggang rasa dan
tepa selira.
e.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena
terhadap orang lain.
f.
Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
g.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia.
j.
Mengembangkan sikap hormat-menghormati
dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila 3,
Persatuan Indonesia
a.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan,
serta kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.
Sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.
Mengembangkan rasa cinta tanah air dan
bangsa.
d.
Mengembangkan rasa kebanggaan kebangsaan
dan bertanah air Indonesia.
e.
Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
f.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas
dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Sila 4, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
a.
Sebagai warga Negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama.
b.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada
orang lain.
c.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
d.
Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap
keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.
Dengan itikad baik dan rasa
tanggungjawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.
Di dalam musyawarah diutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
h.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat
dan sesuai hati nurani yang luhur.
i.
Keputusan diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.
Memberikan kepercayaan kepada
wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawarahan.
Sila 5, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
b.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.
Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
d.
Menghormati hak orang lain.
e.
Suka memberi pertolongan kepada orang
lain agar dapat berdiri sendiri.
f.
Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.
Tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.
Tidak menggunakan hal milik untuk
hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i.
Suka bekerja keras.
j.
Suka menghargai hasil karya orang lain
yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
(Kewarganegaraan
SMP untuk kelas VIII, Erlangga, 2005, hal. 95-97)
Proses penerapan
pembelajaran akan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila
ini bukan hanya tugas guru mata pelajaran Kewarganegaraan
saja, akan tetapi oleh seluruh guru. Hanya saja perlu adanya pemahaman bersama
melalui diskusi, work shop atau penataran untuk mensiasati bagaimana menerapkan
secara tepat agar pencapaian tujuan pemahaman, penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai Pancasila tersebut dapat dicapai sesuai harapan. Misalnya,
bagaimana caranya merumuskan indikator
nilai-nilai Pancasila yang ingin dicapai dalam Rencana persiapan Pembelajaran
(RPP), bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran pemahaman, penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila yang sesuai dengan indikator, bagaimana
mengevaluasi pencapaian nilai-nilai Pancasila tersebut.
Misalnya seorang
guru mata pelajaran IPA, akan melaksanakan proses pembelajaran dengan materi “AIR”. Sebagai sarana penunjangnya, guru
menggunakan alat peraga berupa gambar: beberapa orang yang sedang mencari air di
sumber mata air yang sulit dijangkau. Guru hendaknya sudah memiliki
konsep, nilai-nilai Pancasila yang mana yang ingin ditanamkan kepada siswanya.
Konsep tersebut dituangkan dalam indikator pada RPP. Proses pelaksanaannya bisa dilakukan dengan
menunjukkan gambar dan berdiskusi di awal atau diakhir proses pembelajaran
inti. Misalnya dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk didiskusikan: Nilai-nilai
Pancasila yang mana yang bisa kita contoh dan terapkan dalam kehidupan
sehari-hari berdasarkan gambar tersebut ? (Sila 5 : a) Mengembangkan perbuatan yang
luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan, i).
Suka bekerja keras, k). Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan keadilan sosial). Sedangkan kegiatan evaluasi
bisa dilakukan dengan skala sikap.
Misalnya dengan pertanyaan: Pernahkan Anda bergotong royong membersihkan
saluran air di lingkungan Anda ? Atas dasar apa Anda bersedia melakukan
kegiatan gotong royong membersihkan saluran air tersebut ?
Dengan dilandasi
pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila ini, diharapkan minat dan
motivasi siswa untuk mempelajari “AIR”
semakin tinggi dan bersemangat. Secara tidak langsung pun, nilai-nilai Pancasila
dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh siswa.
Secara
kualitatif maupun kuantitatif jika setiap guru dalam proses pembelajarannya
mampu merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila, bisa diyakini siswa yang nota bene sebagai
asset penerus dan pewaris pengemban Pancasila akan mampu menjadi warga negara
Indonesia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia. Keutuham Negara Kesatuan
Republik Indonesia akan terjaga. Menekan tumbuhnya kelompok radikal yang mengarah
kepada gerakan terorisme. Indonesia akan jaya, adil, dan makmur. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar