UPAYA MENGATASI PERILAKU MALAS BELAJAR MELALUI KONSELING EKLEKTIF DENGAN PENDEKATAN ATTENDING SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 BENDOSARI TAHUN PELAJARAN 2012-2013
KAJIAN TEORI
A. Kajian Pustaka
- Perilaku Malas Belajar
Perilaku malas sejatinya merupakan sejenis penyakit
mental. Siapa pun yang dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas
sangat merugikan. Sukses dalam balajar,
karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah
datang pada orang yang malas. Rasa malas juga menggambarkan hilangnya motivasi
seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan.
Menurut (Edy Zaqeus: 2008) Rasa malas
diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah
menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu dan mengalihkan diri dari
kewajiban.
Pendapat lain menyebutkan bahwa malas juga merupakan salah satu bentuk
perilaku negatif yang merugikan. Pasalnya pengaruh malas ini cukup besar
terhadap produktivitas.Karena malas, seseorang seringkali tidak produktif
bahkan mengalami stagnasi. Badan terasa lesu, semangat dan gairah menurun, ide pun tak
mengalir. Akibatnya tidak ada kekuatan apapun yang membuat siswa dapat
belajar. Kalau dibiarkan saja, penyakit malas ini akan
semakin ‘kronis’.
Pada era globalisasi, perilaku malas sangat merugikan. Sebab, pada
era ini berlaku nilai siapa yang mampu dan produktif, dialah yang akan
berhasil. Tapi tentu saja, perilaku ini bukanlah kartu mati yang tidak bisa diubah.
Menurut pakar psikologi, seseorang berperilaku malas belajar atau
suatu kegiatan disebabkan karena dia tidak memiliki motivasi yang kuat setiap
kali mengerjakan sesuatu.
Seorang yang malas belajar, motivasinya terhadap pelajaran tersebut
sangat rendah. Sikapnya terhadap pelajaran itu cenderung negatif akibat
persepsi yang diberikannya terhadap pelajaran itu kurang baik. Ini lantaran
sistem nilai yang ada dalam dirinya membuat dia berperilaku malas untuk
melakukan aktivitas belajar. Sementara terhadap kegiatan lainnya mungkin tidak
begitu.
Perilaku malas belajar merupakan suatu hasil bentukan,Artinya, perilaku itu bisa dibentuk
kembali menjadi baik atau tidak malas. Pembentukan kembali perilaku seseorang
tadi sebetulnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, bisa orang tua,
teman, atau orang lain di sekitarnya.Sehingga, dalam mengubah perilaku
seseorang, yang paling mendasar adalah mengubah persepsinya.Untuk itu, perlu
mempelajari dan mengambil sistem nilai yang bisa mengubah persepsinya atau memberikan
sistem nilai lain yang baru baginya.
Menurut Dollard & Miller, psikolog asal AS, perilaku manusia
terbentuk karena faktor ‘kebiasaan’. Jika seseorang terbiasa bersikap rajin dan
bersemangat maka ia akan selalu rajin dan bersemangat, begitu juga sebaliknya.
Sehingga jika Anda tergolong pemalas, jalan untuk merubahnya adalah dengan
membiasakan diri untuk melawan sikap malas. Dollard & Miller menambahkan,
‘teori belajar’ juga cocok untuk merubah sikap malas.
Belajar disini dijabarkan ‘memberikan stimulus (rangsangan) agar
terbentuk respons sehingga menimbulkan drive atau dorongan untuk berperilaku.
Dan kalau berhasil, Anda akan mendapatkan reward atau imbalan.
Perilaku malas belajar jelas merugikan. Obat mujarabnya adalah
menumbuhkan kebiasaan disiplin diri dan menjaga kebiasaan positif tersebut.
Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika
kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap
tinggal di alam impian. Jadi, kalau Anda ingin sukses, jangan mempermudah
munculnya rasa malas.
2. Konseling Eklektif
Konseling merupakan
bantuan yg bersifat terapeutis yg diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku
konseli, dilaksanakan face to face antara konseli dan konselor, melalui teknik
wawancara dengan konseli sehingga dapat terentaskan permasalahan yang
dialaminya.
Teknik
Konseling Eklektif merupakan penggabungan dua pendekatan Direktif dan
Non-Direktif. Konseling Eklektif yang mengambil berbagai kebaikan dari dua pendekatan
atau dari berbagai teori konseling, untuk
dapat dikembangkan dan diterapkan dalam praktek sesuai dengan permasalahan
klien. Konseling Eklektif lebih tepat dan sesuai dengan filsafat tujuan
bimbingan dan konseling dari pada sikap yang hanya mengandalkan satu
pendekatan atau satu dua teori tertentu saja (Moh. Surya : 1988).
2.1Konseling Direktif
Dalam
konseling direktif klien bersifat pasif, dan yang aktif adalah konselor. Dengan
demikian inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah lebih banyak ditentukan
oleh konselor. Klien bersifat menerima perlakuan dan lebih banyak ditentukan
oleh konselor. Dalam konseling direktif diperlukan data yag lengkap dengan
klien untuk dipergunakan diagnosis. Diagnosis direktif konseling beraliran
Behavioristik, yaitu layanan konseling yang berorientasi pada perubahan tingkah
laku secara langsung. Selain itu diperlukan konseling secara individual, dan
kelompok pada bimbingan konsultasi lainnya yang memberikan sumbangan langsung
kepada keberhasilan siswa sekolah maupun di luar sekolah. Laporan tersebut
secara langsung dibenarkan dan mendapat dukungan hasil diagnosis yang pada
umumnya berbentuk kegiatan yang langsung ditujukan pada pengubahan tingkah laku
klien.
2.2 Konseling Non-Direktif
Teknik
konseling Non-Direktif, tersebut juga Client Centered theraphy, pendekatan
ini diperoleh oleh Carl Rongers dan Universitas Wiconsin di Amerika Serikat.
Merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien, klien
diberi kesempatan untuk mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya
secara bebas. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang yang
mempunyai masalah sendiri, tetapi oleh karena suatu hambatan, potensi dan kemampuannya itu tidak
dapat berkembang atau berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk
memfungsikan kembali kemampuannya klien memerlukan bantuan, maka dalam
konseling, inisiatif dan peranan untama terletak pada pundak klien sendiri.
Sedangkan kewajiban dan peran konselor hanya mempersiapkan suasana agar potensi
dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada klien untuk berkembang secara
optimal, menciptakan hubungan konseling yang hangat, dan permisif. Menurut
Roger menjadi tanggung jawab klien sendiri untuk membantu dirinya sendiri.
Prinsip yang penting adalah mengupayakan agar dengan baik. Teori ini didasari
kajejat manusia, dan tingkah lakunya : pendekatan konseling beraliran
Humanistik (Sofyan. S. Willis, 2004 : 176). Aliran ini menekankan
pentingnyapengembangan potensi dan kemampuan yang secara hakiki ada pada diri
setiap individu. Potensi dan kemampuan yang berkembang menjadi penggerak bagi
upaya individu untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya.
3. Pendekatan Perilaku Attending
Perilaku
Attending , (teknik menghadapi klien) melalui kontak mata, bahasa badan, bahasa
lisan, sehingga klien akan terlihat dalam pembicaraan terbuka. Attending baik
untuk meningkatkan harga diri klien yang bebas. Perlu dihindari konselor
berpenampilan attending yang kurang baik seperti: kepala kaku, muka kaku,
ekspresi melalun, mengalihkan pandangan, tidak terlihat saat klien sedang
bicara, mata melotot. Posisi tubuh bersandar miring, tegak kaku, jarang duduk,
jarak duduk menjauh, duduk kurang akrab, dan berpaling. Memutuskan pembicaraan,
berbicara terus tanpa ada teknik dim untuk memberi kesempatan klien guna
berpikir dan berbicara. Penelitian konselor terpecah, mudah buyar oleh gangguan
(Sofyan. S. Willis, 2004 : 176).
Perilaku
attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak
mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat:
- Meningkatkan harga diri klien.
- Menciptakan suasana yang aman
- Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku
attending yang baik :
- Kepala : melakukan anggukan jika setuju
- Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
- Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
- Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
- Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku
attending yang tidak baik :
- Kepala : kaku
- Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
- Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
·
Memutuskan pembicaraan,
berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir
dan berbicara.
- Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar