Minggu, 05 Juni 2016

Bab: II, UPAYA MENGATASI PERILAKU MALAS BELAJAR MELALUI KONSELING EKLEKTIF DENGAN PENDEKATAN ATTENDING SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 BENDOSARI TAHUN PELAJARAN 2012-2013



UPAYA MENGATASI PERILAKU MALAS BELAJAR MELALUI KONSELING EKLEKTIF DENGAN PENDEKATAN ATTENDING SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 BENDOSARI TAHUN PELAJARAN 2012-2013
KAJIAN TEORI

A.    Kajian Pustaka
  1. Perilaku Malas Belajar
Perilaku malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Siapa pun yang dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas sangat merugikan. Sukses dalam balajar, karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah datang pada orang yang malas. Rasa malas juga menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan.
Menurut (Edy Zaqeus: 2008) Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu dan mengalihkan diri dari kewajiban.
Pendapat lain menyebutkan bahwa malas juga merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang merugikan. Pasalnya pengaruh malas ini cukup besar terhadap produktivitas.Karena malas, seseorang seringkali tidak produktif bahkan mengalami stagnasi. Badan terasa lesu, semangat dan gairah menurun, ide pun tak mengalir. Akibatnya tidak ada kekuatan apapun yang membuat siswa dapat belajar. Kalau dibiarkan saja, penyakit malas ini akan semakin ‘kronis’.
Pada era globalisasi, perilaku malas sangat merugikan. Sebab, pada era ini berlaku nilai siapa yang mampu dan produktif, dialah yang akan berhasil. Tapi tentu saja, perilaku ini bukanlah kartu mati yang tidak bisa diubah.
Menurut pakar psikologi, seseorang berperilaku malas belajar atau suatu kegiatan disebabkan karena dia tidak memiliki motivasi yang kuat setiap kali mengerjakan sesuatu.
Seorang yang malas belajar, motivasinya terhadap pelajaran tersebut sangat rendah. Sikapnya terhadap pelajaran itu cenderung negatif akibat persepsi yang diberikannya terhadap pelajaran itu kurang baik. Ini lantaran sistem nilai yang ada dalam dirinya membuat dia berperilaku malas untuk melakukan aktivitas belajar. Sementara terhadap kegiatan lainnya mungkin tidak begitu.
Perilaku malas belajar merupakan suatu hasil  bentukan,Artinya, perilaku itu bisa dibentuk kembali menjadi baik atau tidak malas. Pembentukan kembali perilaku seseorang tadi sebetulnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, bisa orang tua, teman, atau orang lain di sekitarnya.Sehingga, dalam mengubah perilaku seseorang, yang paling mendasar adalah mengubah persepsinya.Untuk itu, perlu mempelajari dan mengambil sistem nilai yang bisa mengubah persepsinya atau memberikan sistem nilai lain yang baru baginya.
Menurut Dollard & Miller, psikolog asal AS, perilaku manusia terbentuk karena faktor ‘kebiasaan’. Jika seseorang terbiasa bersikap rajin dan bersemangat maka ia akan selalu rajin dan bersemangat, begitu juga sebaliknya. Sehingga jika Anda tergolong pemalas, jalan untuk merubahnya adalah dengan membiasakan diri untuk melawan sikap malas. Dollard & Miller menambahkan, ‘teori belajar’ juga cocok untuk merubah sikap malas.
Belajar disini dijabarkan ‘memberikan stimulus (rangsangan) agar terbentuk respons sehingga menimbulkan drive atau dorongan untuk berperilaku. Dan kalau berhasil, Anda akan mendapatkan reward atau imbalan.
Perilaku malas belajar jelas merugikan. Obat mujarabnya adalah menumbuhkan kebiasaan disiplin diri dan menjaga kebiasaan positif tersebut. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, kalau Anda ingin sukses, jangan mempermudah munculnya rasa malas.


2.  Konseling Eklektif
            Konseling merupakan bantuan yg bersifat terapeutis yg diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku konseli, dilaksanakan face to face antara konseli dan konselor, melalui teknik wawancara dengan konseli sehingga dapat terentaskan permasalahan yang dialaminya.
Teknik Konseling Eklektif merupakan penggabungan dua pendekatan Direktif dan Non-Direktif. Konseling Eklektif yang mengambil berbagai kebaikan dari dua pendekatan atau dari berbagai teori konseling, untuk dapat dikembangkan dan diterapkan dalam praktek sesuai dengan permasalahan klien. Konseling Eklektif lebih tepat dan sesuai dengan filsafat tujuan bimbingan dan konseling dari pada sikap yang hanya mengandalkan satu pendekatan  atau satu dua teori tertentu saja (Moh. Surya : 1988).
2.1Konseling Direktif
Dalam konseling direktif klien bersifat pasif, dan yang aktif adalah konselor. Dengan demikian inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah lebih banyak ditentukan oleh konselor. Klien bersifat menerima perlakuan dan lebih banyak ditentukan oleh konselor. Dalam konseling direktif diperlukan data yag lengkap dengan klien untuk dipergunakan diagnosis. Diagnosis direktif konseling beraliran Behavioristik, yaitu layanan konseling yang berorientasi pada perubahan tingkah laku secara langsung. Selain itu diperlukan konseling secara individual, dan kelompok pada bimbingan konsultasi lainnya yang memberikan sumbangan langsung kepada keberhasilan siswa sekolah maupun di luar sekolah. Laporan tersebut secara langsung dibenarkan dan mendapat dukungan hasil diagnosis yang pada umumnya berbentuk kegiatan yang langsung ditujukan pada pengubahan tingkah laku klien.


2.2 Konseling Non-Direktif
           Teknik konseling Non-Direktif, tersebut juga Client Centered theraphy, pendekatan ini diperoleh oleh Carl Rongers dan Universitas Wiconsin di Amerika Serikat. Merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien, klien diberi kesempatan untuk mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya secara bebas. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa  seseorang yang mempunyai masalah sendiri, tetapi oleh karena suatu hambatan, potensi dan kemampuannya itu tidak dapat berkembang atau berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk memfungsikan kembali kemampuannya klien memerlukan bantuan, maka dalam konseling, inisiatif dan peranan untama terletak pada pundak klien sendiri. Sedangkan kewajiban dan peran konselor hanya mempersiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang pada dasarnya ada pada klien untuk berkembang secara optimal, menciptakan hubungan konseling yang hangat, dan permisif. Menurut Roger menjadi tanggung jawab klien sendiri untuk membantu dirinya sendiri. Prinsip yang penting adalah mengupayakan agar dengan baik. Teori ini didasari kajejat manusia, dan tingkah lakunya : pendekatan konseling beraliran Humanistik (Sofyan. S. Willis, 2004 : 176). Aliran ini menekankan pentingnyapengembangan potensi dan kemampuan yang secara hakiki ada pada diri setiap individu. Potensi dan kemampuan yang berkembang menjadi penggerak bagi upaya individu untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya.
3. Pendekatan Perilaku Attending
Perilaku Attending , (teknik menghadapi klien) melalui kontak mata, bahasa badan, bahasa lisan, sehingga klien akan terlihat dalam pembicaraan terbuka. Attending baik untuk meningkatkan harga diri klien yang bebas. Perlu dihindari konselor berpenampilan attending yang kurang baik seperti: kepala kaku, muka kaku, ekspresi melalun, mengalihkan pandangan, tidak terlihat saat klien sedang bicara, mata melotot. Posisi tubuh bersandar miring, tegak kaku, jarang duduk, jarak duduk menjauh, duduk kurang akrab, dan berpaling. Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik dim untuk memberi kesempatan klien guna berpikir dan berbicara. Penelitian konselor terpecah, mudah buyar oleh gangguan (Sofyan. S. Willis, 2004 : 176).
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat:
  1. Meningkatkan harga diri klien.
  2. Menciptakan suasana yang aman
  3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
  • Kepala : melakukan anggukan jika setuju
  • Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
  • Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
  • Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
  • Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
  • Kepala : kaku
  • Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
  • Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
·        Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
  • Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar